Thursday, May 31, 2012

( KAJIAN ASWAJA LDNU ) Tabarruk Dipraktikkan Sejak Zaman Nabi

0 komentar


Mengharap bertambahnya kebaikan (tabarruk) melalui orang dan benda-benda tertentu pernah dipraktikkan sendiri oleh Rasulullah SAW, kemudian diikuti para sahabat, tabi’in, dan para penerusnya. Selama tetap memelihara tali tauhid, kegiatan tabarruk sah dilaksanakan dan akan berdampak positif bagi yang melakukannya.

Demikian pokok materi Kajian Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang digelar Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Rabu (31/5) malam, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat. Hadir dalam kesempatan ini, Ketua PP LDNU KH Zakky Mubarak, Wakil Ketua PP LDNU Syamsul Ma’arif, KH Abu Na’im Khofifi, serta sejumlah pengurus PBNU dan ulama lainnya.

Kajian bertema “Konsep Tabaruk dalam Islam” ini dipimpin KH Misbahul Munir, pengasuh Pesantren Ilmu al-Qur’an al-Misbah. Menurutnya, dalil tabarruk bisa ditemukan secara jelas dalam al-Qur’an, Hadits, teladan sahabat, dan sejumlah kitab-kitab induk ulama klasik.

Misbahul mengutip surat al-Baqarah (125). Ayat ini turun dilatari pertanyaan Umar kepada Rasulullah tentang keberadaan lokasi berdiri (maqam) Nabi Ibrahim. Nabi menjawab, lalu turun ayat “dan jadikanlah maqam Ibarahim sebagai tempat shalat.” Ia menunjukkan dalil lain dalam surat al-Baqarah (248) dan surat Yusuf (96).

Misbahul juga melanjutkan, Nabi sendiri pernah bertabarruk dengan air wudhu kaum muslimin dengan cara menyuruh mengambilkan air dari tempat bersuci kaum muslimin lalu meminumnya. “Fayasyrab yarju barakata aidil muslimin (lalu Nabi minum seraya mengharap keberkahan dari tangan-tangan kaum muslimin),” ujarnya merujuk hadits dalam kitab Syu’abul Iman.

Para sahabat dan ulama-ulama terkemuka, lanjutnya, juga turut memeragakan tabarruk, seperti mencium tangan, ziarah, menghormati tempat dan barang-barang khusus, bahkan menggunakannya sebagai sarana (wasilah) untuk tujuan-tujuan tertentu.

Kajian Aswaja merupakan agenda rutin PP LDNU sebagai bagian dari rangkaian acara Istighasah dan Pengajian Bulanan yang diselenggarakan saban Rabu malam pada minggu terakhir tiap bulan. Tujuannya adalah untuk memperluas wawasan, memupuk kebersamaan, dan menghindari permusuhan antarkelompok yang berbeda pandangan keagamaan.

sumber : www.nu.or.id

Wednesday, May 30, 2012

Ada Upaya Adu Domba Banser dengan Kelompok Lain

0 komentar

Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor meminta semua kader Ansor dan Barisan Ansor Serba Guna di seluruh daerah untuk menahan diri dalam menyikapi penyerangan terhadap anggota Banser oleh kawanan pendekar Perguruan Setia Hati Terate (PSHT) di Tulungagung Jawa Timur.

Ketua Umum PP GP Ansor, Nusron Wahid mengatakan, pihaknya meminta semua kader Ansor dan Banser tidak terprovokasi dan melakukan tindakan balasan terhadap kelompok yang merusak dan menyerang anggota Banser di Tulungagung.

“Saya intruksikan, semua menahan diri. Semua harus tenang. Jangan sampai terprovokasi dan main hakim sendiri,” kata Nusron Wahid, di Jakarta, Selasa (29/5).

Ansor, kata Nusron, menyerahkan kasus tersebut kepada aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut. “Saya minta kepada polisi untuk menangani kasus ini setuntas-tuntasnya,” ungkap mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini.

Lebih lanjut, Nusron mengatakan, Ansor melihat adanya upaya mengaadu domba Ansor dengan kelompok lain dari pihak tertentu dalam kasus tersebut. Mereka ingin merusak citra Ansor dan Banser dengan berharap Banser melakukan serangan balik.

“Ada indikasi adu domba Ansor dengan kelompok lain. Yang diingini mereka, Ansor terpancing kemudian melakukan tindakan radikal, melakukab serangan balasan. Makanya, saya minta jangan sampai ada yang terpancing,” tandasnya.

Karena ada indikasi adu domba, Nusron juga meminta semua pihak mewaspadai munculnya Banser gadungan yang melakukan serangan balik. “Waspadai juga munculnya Banser siluman. Jadi kalau ada yang berbuat tidak baik atas nama Banser, itu bukan Banser,” katanya.

Lalu, siapa kelompok yang ingin mengadu domba ? “Silahkan wartawan tanya sendiri ke orang-orang yang menyerang Banser,” katanya.

Seperti diketahui, dua anggota Banser Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, diserang ratusan pemuda beratribut perguruan silat Setia Hati Terate (SHT). Tindakan brutal para pendekar tersebut tidak hanya melukai dua anggota banser, tapi juga merobohkan dan menginjak-injak papan nama Kantor Ranting Nahdatul Ulama (NU).

Peristiwa penyerangan terjadi pada Ahad 27 Mei 2012 sore di Kantor Ranting NU Desa Wonokromo, Kecamatan Gondang. Dua anggota Banser yang disabet parang adalah Brilian Kusuma Adi (18) dan Moh Rizal Saputra (15).

Adi menderita luka bacok pada punggung. Pemuda asal Desa/Kecamatan Kauman ini terpaksa mendapat tujuh jahitan. Sedangkan Rizal mengalami luka pada bagian pantat dan terpaksa mendapat sembilan jahitan. Saat penyerangan, keduanya mengenakan seragam Banser. Sebab usai melakukan acara jalan sehat dalam rangka memperingati Harlah NU ke-89. Akibat peristiwa tersebut, seluruh anggota Ansor dan Banser langsung berkumpul di Kantor PCNU Tulungagung.

Tidak hanya dari wilayah Tulungagung. Perwakilan Banser dari daerah sekitar Tulungagung juga berdatangan. Di antaranya Kediri, Madiun, Nganjuk, Trenggalek, dan Blitar. Belum lagi pernyataan sikap melalui pesan pendek (SMS) dan BlackBerry Messenger dari Ansor dan Banser wilayah Jombang, Tapal Kuda, dan Madura. Mereka siap mendatangkan pasukan jika diperlukan.

Bahkan sejumlah anggota Banser sudah bersiap melakukan aksi balasan termasuk sweeping kepada warga perguruan SHT di Tulungagung. Untungnya tindakan yang bisa menjurus ke perbuatan brutal tersebut berhasil diredam.


sumber : www.nu.or.id

Tuesday, May 29, 2012

Kudus Targetkan Juara Umum Porsema Jateng

1 komentar


LP Ma'arif NU Kudus menargetkan juara umum pekan olah raga-seni Ma'arif (Porsema), olimpiade Sains dan Ke NU-an, Juni mendatang. Hal ini ditegaskan ketua Kontingen Kudus H.Moch.Shonhadji dalam acara pemantapan atletnya  di Aula kantor NU setempat, Ahad (27/5) pagi.
Dikatakan, Kudus mempersiapkan kontingen Porsema sejak awal melalui seleksi atlet tingkat kabupaten Januari lalu. Harapannya mampu mempertahankan juara umum yang pernah diraih dalam Porsema 2 tahun lalu di Semarang.
"Usai terbentuk kontingen, awal Mei para atlet kita gembleng dengan pembinaan dan latihan sebanyak 6 kali dalam sebulan," ujar Shonhadji.
Ia menjelaskan kontingen Kudus akan berlaga pada semua cabang yang diperlombakan mulai dari tingkat MI, MTs sampai MA/SMA.
"Kita mempersiapkan kontingen berjumlah 180 orang dengan rincian 138 atlet dan 42 offisial. Semuanya sudah menyatakan kesiapannya untuk meraih prestasi," tandasnya.
Diakhir acara pemantapan, pihaknya berharap para atlet bersungguh-sungguh dalam berlatih sebagai upaya meraih prestasi guna membawa nama harum kabupaten Kudus.
"Apalagi Kudus akan menjadi tuan rumah, tentu harus mampu meraih prestasi yang menggembirakan," imbuhnya.

Disamping mempersiapkan kontingennya, LP Ma'arif NU Kudus telah menunjukkan kesibukannya sebagai tuan rumah Porsema Jateng. Untuk sukses porsema itu, Ahad (27/5) malam  Panitia Lokal mengadakan do'a bersama dengan membaca manaqib Syeh Abdul Qodir Jaelani di kantor NU setempat.
"Kita berwasilah melalui pembacaan manaqib, semoga pelaksanaan porsema Jateng di Kudus nanti berlangsung lancar dan sukses. Sukses kegiatannya, juga sukses prestasinya bagi  kontingen Kudus," kata ketua panitia lokal Slamet Rahardjo .

Sebagaimana diketahui, Porsema VIII Jawa tengah akan diadakan di Kudus pada tanggal 22-25 Juni mendatang dengan mempertandingkan  23 cabang olah raga, seni dan olimpiade Mapel sain & ke-NU-an. Porsema yang dilaksanakan 2 tahun sekali itu akan diikuti 35 kontingen LP Ma'arif NU se Jateng. 

sumber : www.nu.or.id

Sunday, May 27, 2012

CBP=KKP Kudus Adakan Diklatsus

0 komentar

Dewan Koordinasi Cabang Corp Brigade Pembangunan - Korp Kepanduan Putri (DKC CBP-KKP) kabupaten Kudus mengadakan orientasi pengurus dan  pendidikan dan Latihan Khusus (Diklatsus) di Desa Ternade Dawe Kudus, Sabtu - Ahad (23-24/5). Kegiatan yang dibuka ketua PC IPNU Kudus Dwi Saifullah itu diikuti  30 peserta dari unsur pengurus DKC dan DKAC se Kudus .

Komandan CBP Kudus Khoirul Anam mengatakan orientasi dan diklatsus ini bertujuan untuk memberikan bekal ketrampilan dan pengetahuan khusus kepada pengurus CBP-KKP yang dipersiapkan menjadi pelatih atau instruktur dalam pengkaderan di lingkungannya.

"Sebagian besar pengurus CBP-KKP ini semuanya wajah-wajah  baru sehingga perlu mengetahui arah,visi misi lembaga ini dan memperoleh bekal  ketrampilan khusus sehingga ketika menangani sebuah pengkaderan seperti diklatama di tingkat anak cabang memiliki kemampuan dan kesiapan," ujarnya kepada NU Online.

Ia menegaskan CBP dan KKP akan menjadi kader NU yang siap menjadi penggerak dan pelopor pembangunan terutama menjalankan program-program khusus kemanusiaan termasuk  menyiapkan relawan SAR.

"Kita akan terus mendorong maupun meningkatkan anggota CBP-KKP  yang notabene dari kalangan pelajar agar memiliki kepedulian sesama," tandas Anam.

Sementara itu, Ketua PC IPNU Kudus Dwi Syaifullah mengharapkan kader-kader CBP-KKP mampu meningkatkan kualitas diri serta mewujudkan kaderisasi yang berkesinambungan. " Apalagi, perannya sangat signifikan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di lingkungan pelajar," katanya saat membuka acara.

Kegiatan diklatsus ini didampingi intruktur dari Alumni CBP-KKP Kudus sendiri yang menyampaikan berbagai materi dasar ke CBP-KKP an dan tehnik-tehnik penanganan pelatihan yakni manajemen pelatihan dan Diskusi. Selain itu, sebagai materi penunjang diadakan out bound di lingkungan desa Ternadi yang termasuk daerah perbukitan.  

sumber : www.nu.or.id

Saturday, May 26, 2012

NU-Muhammadiyah Makin Mesra

0 komentar

Dua organisasi keagamaan yang dulu di kenal berseberangan, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah kini telah menjalin kemesraan. Mereka merajut tali silaturrahim dengan melakukan kunjungan guna membahas berbagai persoalan masyarakat yang mengemuka.

Diawali dengan kunjungan Pengurus Daerah (PD) Muhammadiyah Brebes kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), di Gedung NU Jalan Yos Sudarso 36 Brebes, Rabu Sore (23/5).

Kunjungan yang dipimpin Ketua PD Muhammadiyah H Mualim Hartono di dampingi 13 Pengurus, diterima langsung oleh Ketua PC NU Brebes H Athoillah SE MSi beserta 9 orang Pengurus Cabang (PC) NU.

Athoillah menyambut baik kunjungan PD Muhammadiyah. “Lewat jalinan silaturrahim akan dimudahkan dalam memecahkan masalah, dipanjangkan umur dan dimudahkan rejekinya oleh Allah SWT. Apalagi, Muhammadiyah yang dilahirkan lebih dulu, menandakan ibarat Kakak yang tengah menyayangi adiknya,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Mualim Hartono menyampaikan kebanggaanya kepada NU sebagai organisasi terbesar dan tersebar di Brebes maupun di Indonesia. Meski secara resmi belum pernah melakukan kunjungan, tetapi dalam keseharian, hubungan personal terjalin harmonis. Lewat kunjungan ini, meneguhkan kebersamaan.

Lebih lanjut Mualim Hartono menegaskan, kunjungan ke PCNU bukan untuk membicarakan persoalan Pemilukada Brebes. Karena Muhammadiyah maupun NU bukan partai politik, tetapi organisasi yang mengurusi persoalan keagamaan, sosial dan kemasyarakatan.  “Tidak ada deal-dealan soal Pemilukada,” ujarnya sembari tersenyum kepada Wartawan.

Suasana terlihat gayeng, diskusi kecil yang diselingi dengan humor pun kerap mencuatkan seloroh yang membuat hadirin menjadi tertawa. Terutama berbagai joke-joke yang dilontarkan Ketua PCNU Brebes H Athoillah yang terkenal dengan humor segarnya.

Kunjungan berlangsung sekitar 1 jam. PD Muhammadiyah tetap menghormati tuan rumah dengan melepas alas kaki. “NU memang memiliki budaya santri yang kental, masuk kantor saja harus lepas sepatu,” seloroh Mualim.

Persoalan kilafiyah, tidak ada pembahasan sama sekali. Yang menjadi perbincangan adalah, masalah sosial kemasyarakatan yang mengemuka di Brebes. “Kalau hal-hal yang menyangkut kesalehan sosial, bisa kita kerjakan bareng. Apalagi yang menyangkut kemaslahatan umat,” sambung Drs Rosikin Abdul Gani yang juga anggota DPRD dari Partai Amanat Nasional (PAN).


sumber : www.nu.or.id

FASAL TENTANG ISRA’ MI’RAJ (3) Waktu-waktu Shalat

0 komentar

Jabir bin Abdullah RA menceritakan bahwa pada suatu siang sebelum Matahari benar-benar di atas titik atas tertinggi, Rasulullah Muhammad SAW kembali didatangi oleh malaikat Jibril AS seraya berkata kepadanya, ”Bangunlah Wahai Rasulullah dan lakukan shalat.”

Mendengar panggilan ini, Maka Nabi Muhammad pun segera melakukan shalat Dzuhur ketika Matahari telah mulai tergelincir. 

Ketika bayang-bayang tampak telah mulai lebih panjang dari sosok asli benda-benda, malaikat Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat lagi.” 

Demi mendengar perintah ini pun, Rasulullah SAW kemudian segera melakukan shalat Ashar ketika panjang bayangan segala benda melebihi panjang benda-benda. Kemudian waktu Maghrib menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka beliau SAW melakukan shalat Maghrib ketika matahari terbenam."

Kemudian waktu Isya` menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka Rasulullah SAW pun segera melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega senja merah) menghilang. Waktu sholat Isya’ ini menjadi waktu sholat terpanjang karena Jibril baru membangunkan kembali nabi Muhammad ketika fajar kedua telah mulai menjelang.

Kemudian waktu Shubuh menjelang dan Jibril berkata, ”Bangunlah wahai Rasulullah dan lakukanlah shalat.” Maka Rasulullah SAW melakukan shalat Shubuh ketika waktu fajar menjelang. (HR Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzy)

Tentang waktu sholat Shubuh ini Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, ”Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat shubuh sebelum tebit matahari, maka dia termasuk orang yang mendapatkan shalat shubuh. Dan orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia termasuk mendapatkan shalat Ashar.” (HR Muslim)


sumber : www.nu.or.id

Friday, May 25, 2012

Deklarasi Kebangkitan Nasional Pelajar dan Santri Indonesia

0 komentar

Bismillahirahmanirrahim
Asyhadu an laa ilaaha illa Allah
Wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah
Rodlitu billahi robbaa wabil Islaami diinaa
Wa bi Muhammadi nabiyya warosuulaa

Kami pelajar dan santri Indonesia, dengan sadar dan penuh tanggungjawab dengan ini mengikrarkan:
1. Mempertahankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara istiqomah dan konsekuen.
2. Bertekad menempa diri demi terciptanya generasi Indonesia yang cerdas dan bermoral.
3. Siap menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
4. Siap bersaing ditengah kompetisi global demi menjunjung tinggi martabat dan nama baik Indonesia.
5. Cinta Damai dan Anti kekerasan demi persatuan dan kesatuan Indonesia.

La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyil adzim.

* Dibacakan di halaman gedung PBNU, Jakarta Pusat, pada hari Kebangkitan Nasional, Ahad (20/05/2012), pukul 16.00 wib.

Setelah Era Gus Dur Ansor Terdepan Bicara Pluralitas

0 komentar

Kebinekaan di Indonesia adalah suatu niscaya. Pada beberapa pulau, keanekaragaman hampir selalu hadir. Keragaman bisa terdiri dari latar belakang suku, bangsa, agama, bahasa, aliran, aspirasi politik, kelas sosial, dan sejumlah identitas lainnya.

Hanya saja, ada sejumlah pihak yang tidak rela dengan keanekaan sebagai anugerah Ilahi. Mereka mencoba memaksakan kehendak. Bahkan mereka tidak segan menggunakan cara-cara kekerasan.

Abdurrahman Wahid, kerap disapa Gus Dur, adalah pembela terdepan keragaman di Indonesia maupun di luar negeri. Ia dengan segala risiko dan ketabahan, menjalani perjuangan kemanusiaan. Meski pada satu waktu berjalan sendiri, Gus Dur akan tetap menempuhnya.

“Setelah Gus Dur wafat, GP. Ansor lah yang terdepan menyuarakan pluralitas,” beber M. Aqil Irham,  Sekjen PP GP Ansor kepada NU Online di kantor PP GP. Ansor Jl. Kramat Raya 65A, Jakarta Pusat, Selasa (22/5) malam.

Keniscayaan keragaman bukan alasan untuk mendiskriminasi kaum minoritas. Konstitusi menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Meskipun ancaman terhadap keragaman bukan hal baru, namun setiap kasus membutuhkan cara penanganan yang berlainan pula.

Menurut Aqil Irham, kasus kekerasan dan pemaksaan kehendak oleh satu dua pihak, disebabkan oleh lemahnya negara. Saat yang sama, kekuatan sipil meningkat. Dengan kondisi demikian, Negara hampir tidak berdaya untuk menertibkan pihak-pihak sipil yang beroperasi di luar konstitusi.

Kalau dilacak, kondisi melemahnya negara dan menguatnya sipil, tercipta salah satunya karena pemerintah memiliki daya tawar rendah dalam politik di hadapan pihak sipil. Dampaknya, negara cenderung membiarkan kekuatan sipil melebarkan sayapnya untuk menginjak konstitusi; pemaksaan kehendak, tindakan kekerasan, dan marjinalisasi elemen lain di masyarakat.

Rongrongan terhadap pluralitas ini, salah satu tema yang akan dibahas dalam Konbes XVIII PP GP. Ansor, tambahnya. Konbes XVIII PP GP. Ansor akan dilaksanakan dalam rangkaian puncak harlah ke-78 GP. Ansor 7-10 Juni 2012 di Pondok Pesantren Almuayyad, Jl. KH. Samanhudi No. 64, Solo, Jawa Tengah.

sumber : www.nu.or.id

MMP: Sikap Dasar NU Sangat Cocok untuk Papua

0 komentar

Rakyat Papua memiliki karakter dan kebudayaan yang khas yang harus dipahami setiap orang. Baik penduduk pribumi maupun pendatang dituntut melakukan pendekatan budaya dan keagamaan yang arif dalam hubungan kemasyarakatan. Dalam hal ini, sikap dasar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dipandang sangat sesuai dengan tuntutan semacam ini.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Majelis Muslim Papua (MMP) H Arobi Ahmad Auitarau, Selasa (23/5), di sela kunjungan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat ke Gedung PBNU, Jakarta Pusat.

Menurut Arobi, NU telah memegang prinsip yang tepat tentang hubungan sosial. Sikap NU yang moderat, toleran, dan menghargai kebudayaan lokal dianggap cukup kondusif bagi keharmonisan masyarakat Papua.

“Jadi, kalau sikap dasar NU itu diterapkan di Papua, sudah sangat pas,” tegasnya.

Arobi mengaku kagum menyaksikan sikap KH Abdurraman Wahid (Gus Dur) ketika menyelesaikan kemelut di Bumi Cendrawasih ini, termasuk setelah lengser dari kursi presiden. Pendekatan yang bijak membuat Gus Dur sangat di cintai rakyat Papua hingga saat ini. Sikap tersebut dinilai mencerminkan sikap NU yang lentur dan ramah dalam menyikapi persoalan.

“Waktu Gus Dur datang ke Papua, beliau mengucapkan Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Suasana diam semua. Tenang. Nggak ada suara sama sekali. Padahal, itu kalau bukan Gus Dur yang ngucapin, pasti sudah ribut. Ini menunjukkan Gus Dur sudah tepat cara masuknya,” tuturnya.

Anggota Pokja Agama MRP Papua Barat ini juga prihatin dengan hadirnya kelompok agama garis keras di Tanah Papua. Meski mengatasnamakan agama, keberadaan mereka justru membawa hawa permusuhan bagi kehidupan umat beragama di sana.

Ia menjelaskan, karakter dasar masyarakat Papua sesungguhnya harmonis. Dalam banyak hal mereka mampu berdampingan dengan rukun dan kerja sama. Kenyataan ini tampak dari berbaurnya mereka dalam pembangunan rumah ibadah, kepanitiaan MTQ, dan seremoni keagamaan lainya.

“Justru yang membuat Papua jadi rusuh, yang pendatang baru yang keras itu dan provokatif itu,” tandasnya.

sumber : www.nu.or.id

Thursday, May 24, 2012

FASAL TENTANG ISRA’ MI’RAJ (2) Perintah Shalat Lima Waktu

0 komentar

Dalam perjalanan Isra' Mi'raj, setelah melampaui Masjidil Aqsha, Nabi langsung diangkat naik sampai ke langit tujuh, lalu Sidratul Muntaha dan Baitul Ma’mur. Imam Al-Bukhari meriwayatkan, pada saat peristiwa Mi’raj, Nabi Muhammad SAW berada di Baitul Ma’mur, Allah SWT mewajibkannya beserta umat Islam yang dipimpinnya untuk mengerjakan shalat limapuluh kali sehari-semalam.

Nabi Muhammad menerima begitu saja dan langsung bergegas. Namun Nabi Musa AS memperingatkan, umat Muhammad tidak akan kuat dengan limapuluh waktu itu. ”Aku telah belajar dari pengalaman umat manusia sebelum kamu. Aku pernah mengurusi Bani Israil yang sangat rumit. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mitalah keringanan untuk umatmu.”

Nabi Muhammad kembali menghadap Sang Rabb, meminta keringanan dan ternyata dikabulkan. Tidak lagi lipapuluh waktu, tapi sepuluh waktu saja. Nabi Muhammad pun bergegas. Namun Nabi Musa tetap tidak yakin umat Muhammad mampu melakukan shalat sepuluh waktu itu. ”Mintalah lagi keringanan.” Nabi kembali dan akhirnya memeroleh keringanan, menjadi hanya lima waktu saja."

Sebenarnya Nabi Musa masih berkeberatan dengan lima waktu itu dan menyuruh Nabi Muhammad untuk kembali meminta keringanan. Namun Nabi Muhammad tidak berani. “Aku sudah meminta keringanan kepada Tuhanku, sampai aku malu. Kini aku sudah ridha dan pasrah.”

Nabi Muhammad memang mengakui bahwa pendapat Nabi Musa AS itu benar adanya. Lima kali shalat sehari semalam itu masih memberatkan. Namun lima waktu itu bukankah sudah merupakan bentuk keringanan?! Demikianlah.

Shalat telah diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sejak diturunkannya firman Allah pada awal kenabian,

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلاً

Hai orang yang berselimut (Muhammad),),bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)... (QS. Al-Muzzammil, 73:1-19)

Ini adalah petunjuk bahwa Rasulullah dan para pengikutnya yang baru berjumlah sedikit kala itu memiliki kewajiban untuk bangun pada tengah malam untuk menjalankan kewajiban. Menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya, kewajiban shalat malam dihapuskan setelah ayat ke 20 atau ayat terakhir dari surat al-Muzammil ini diturunkan oleh Allah SWT.


إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِن ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِّنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَن لَّن تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah...

Pelaksanaan ibadah shalat menunjukkan bahwa Baitul Maqdis di Yerusalem merupakan salah satu tempat sangat penting posisinya dalam agama Islam sebagai kiblat pertama umat Islam. Kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi Shalat dan para pengikutnya menghadap Baitul Maqdis, sebelum akhirnya Allah memerintahkan umat Islam untuk memindahkan kiblatnya ke Ka'bah di Makkah. Pemindahan arah kiblat ini terjadi di tengah-tengah ibadah shalat sedang berlangsung. Masjid tempat dilaksanakan shalat ketika perintah berpindah kiblat ini diturunkan hingga sekarang disebut sebagai Masjid Kiblatain (Masjid Dua Kiblat).

Allah senantiasa melibatkan Masjidil Aqsho dalam setiap perkembangan ajaran-ajaran seputar Shalat. Termasuk menghadap ke Baitul Maqdis sebelum dipindahkan kiblatnya ke Ka'bah. Perintah Shalat lima waktu diterima setelah Rasulullah dikaruniai singgah di Baitul Maqdis (QS. Al-Isra', 17:1) dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha.

Imam Syafi'i menyatakan, "Saya sangat suka beri'tikaf di Masjid (Baitul Maqdis), lebih dari Masjid manapun." Ketika ditanya alasannya, Beliau menjawab, "Di sinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya beberapa Nabi Allah."


sumber : www.nu.or.id

FASAL TENTANG ISRA’ MI’RAJ (1) Isra' Mi'raj, Beranjak dari Kesedihan

0 komentar

Kehadiran Rasulullah SAW mendakwahkan ajaran Islam rupanya membuat orang-orang musyrik Makkah gerah. Rintangan dan teror ditujukan kepada beliau dan para pengikutnya dari waktu ke waktu. Karena kedengkian dan kejahatan mereka, orang-orang musyrik tak membiarkan Rasulullah dan para pengikutnya hidup tenang.

Namun pada tahun kedelapan dari kenabian, Rasulullah SAW justru mendapatkan beberapa cobaan yang teramat berat. Ujian itu adalah embargo kaum kafir Quraisy dan sekutunya terhadap umat Islam. Aksi embargo ini masih dijalankan meskipun waktu telah memasuki bulan Haram. Artinya Nabi beserta para sahabatnya tetap merasakan penganiayaan dan kedhaliman dari mereka yang biasanya menghentikan segala aktivitas permusuhan terhadap lawan-lawannya.

Pada tahun ini pula dua orang kuat suku Qurays, yakni pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah dipanggil menghadap Sang Rabb. Mereka adalah dua orang yang selama ini mendampingi dan melindungi dakwah Nabi. Dengan demikian, pada waktu itu Nabi tiada lagi memiliki pembela yang cukup kuat di hadapan kaumnya sendiri yang memusuhi kebenaran.

Lengkaplah sudah penderitaan Nabi dan para pengikutnya. Dalam sejarah Islam tahun kedelapan dari kenabian ini disebut sebagai ’amul huzni, tahun kesedihan.

Untuk menurunkan sedikit tensi kesedihan dan ketegangan, Rasulullah kemudian mengijinkan para pengikutnya untuk berhijrah ke Thaif. Namun rupanya Bani Tsaqif yang menguasai tanah Thaif tidaklah memberikan sambutan hangat kepada para sahabatnya. Mereka yang datang meminta pertolongan justru diusir dan dihinakan sedemikian rupa. Mereka dilempari batu hingga harus kembali dengan kondisi berdarah-darah.

Keseluruhan cobaan berat ini dialami Rasulullah dan para sahabatnya pada tahun yang sama, yakni tahun kedelapan kenabian.

Atas cobaan yang teramat berat dan bertubi-tubi ini, maka Allah SWT kemudian memberikan “tiket perjalanan” isra’ mi’raj kepada Nabi untuk menyegarkan kembali ghirroh (semangat) perjuangannya dalam menegakkan misi agama Islam.

Isra’ Mi’raj ini sejatinya adalah sebuah pesan kepada seluruh umat Muhammad bahwa, segala macam cobaan yang seberat apa pun haruslah kita lihat sebagai sebuah permulaan dari akan dianugerahkannya sebuah kemuliaan kepada kita.

Dalam peristiwa itu, tepatnya 27 Rajab, Nabi Muhammad SAW dapat saja langsung menuju langit dari Makkah, namun Allah tetap membawanya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha terlebih dahulu, yang menjadi pusat peribadahan nabi-nabi sebelumnya.

Ini dapat berarti bahwa umat Islam tidak memiliki larangan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, sekalipun kepada golongan di luar Islam. Hal ini dikarenakan, Islam menghargai peraturan-peraturan sebelum Islam, seperti halnya khitan yang telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Allah SWT berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Maha suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Majidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. (QS. 17.Al-Isra’ :1)

Sebagian ahli tafsir mengatakan, Allah SWT dalam ayat di atas menyebutkan Muhammad SAW dengan kata “hamba” bukan “rasul” atau “nabi”. Bahwa yang dibawa dalam perjalanan isra’ mi’raj itu adalah seorang hamba, yang berarti seorang yang senantiasa menyembah dan mengabdi kepada Allah SWT.
sumber : www.nu.or.id

Buku “Membongkar Proyek Khilafah Hizbut Tahrir” Dibedah

0 komentar

Khilafah Islamiyah bagi Hizbut Tahrir adalah janji Allah yang merupakan tajul furudh (mahkota beberapa kewajiban) dan barangsiapa yang enggan untuk menegakkannya maka dianggap melakukan akbarul ma’asyi (maksiat terbesar).

Demikian Dr Ainur Rofiq memulai paparannya dalam seminar nasional dan bedah buku “Membongkar Proyek Khilafah Hizbut Tahrir ala Indonesia,” di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Selasa (22/5).

“Dalam pandangan HTI, kita yang duduk-duduk saja dan tidak memperjuangkan khilafah dianggap melakukan dosa besar,” ujar doktor  lulusan IAIN Sunan Ampel Surabaya yang juga pengasuh pesantren Tambakberas ini.

“Kalau dikatakan bahwa khilafah Islamiyah adalah janji Allah, kenapa harus dijuangkan sedemikian rupa dan kenapa harus melabelkan kemaksiatan besar bagi para muslim yang enggan menegakkannya,” kritiknya di hadapan para peserta bedah buku yang juga diikuti beberapa aktivis HTI.

“Saya lebih mempercayai hadis Nabi tentang akan datangnya Imam Mahdi dan bahkan mayoritas golongan umat Islam  meyakini hadis ini daripada hadis tentang khilafah yang berstatus ahad (hanya diriwayatkan satu orang: Red),” ujar Ainur Rofiq sembari memperlihatkan slide kedudukan hadis Imam Mahdi.

Hadir sebagai pembanding dalam seminar itu, antara lain, Afif Rifa’i dari dari Universitas Paramadina dan Yusuf Suharto dari Universitas Darul ‘Ulum Jombang.

Afif Rifa’i menyatakan sepakat dengan Ainur Rofiq bahwa khilafah Islamiyah adalah angan-angan, namun ia menggarisbawahi bahwa perdebatan tentang hal ini jangan membawa pada suasana yang emosial.

“Berbeda, tapi hendaknya kita jangan saling emosional,” ujarnya dalam Seminar Nasional Ke-Islam Indonesiaan dan bedah buku dengan tema “ Mimpi Buruk HTI: Ikhtiar Memperkokoh NKRI, Memberangus Otoritarianisme Khilafah Islamiyah”.

Pembanding lainnya, Yusuf Suharto, menyatakan, wacana khilafah Islamiyah yang terus didesakkan para aktivis HTI adalah masuk dalam kategori ijtihadiyyah, namun imbuhnya hal ini dalam konteks kekinian tidaklah relevan.

“Wacana penegakkan kembali khilafah Islamiyah setelah runtuhnya dinasti Turki Utsmani pada 1924 adalah kategori ijtihady, namun saat ini ketika di mana- mana telah berdiri kokoh negara bangsa, maka wacana ini tidaklah relevan lagi” ujar Yusuf yang juga Sekretaris Aswaja NU Center Jombang.

“Dalam konteks Indonesia, Nahdlatul Ulama menyatakan bahwa NKRI adalah upaya final seluruh bangsa” ujarnya menyitir maklumat Nahdlatul Ulama dalam Munas dan Konbes NU di Surabaya pada 30 Juli 2006.

Adanya banyak kepemimpinan termasuk dalam negara-negara kebangsaan  dengan mayoritas umat Islam dapat dibenarkan berdasarkan hadis Nabi dan secara faktual terjadi.

“Dalam sejarah ada banyak khilafah atau kerajaan  yang berdiri dan berkuasa  dalam waktu bersamaan, hal ini pun telah diprediksi oleh  Nabi  bahwa memang khilafah itu tidak satu, tapi beragam atau dalam istilah beliau al-khulafa’ fataktsuru,” pungkas dosen Universitas Darul ‘Ulum Jombang ini sembari menyitir sebuah hadis riwayat Abu Hurairah.

sumber : www.nu.or.id

Wednesday, May 23, 2012

ISRA’ MI’RAJ DALAM RENUNGAN SUFISTIK

0 komentar

“Tidak ada seorang pun yang mengatakan Dialah yang Esa kecuali Ahmad Saw.,
hanya padanya Dia tampak dalam penglihatan batin saat Mi’raj.”
[al-Hallaj]


Isra’ Mi’raj merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup Nabi Muhammad Saw., dimana beliau diperjalankan dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal menuju Sidrat al Muntaha hingga bertatap muka dengan Allah. Peristiwa ini dikemudian hari hingga kini terus diperingati oleh umat Islam tiap bulan Rajab.
Para sejarawan muslim klasik berbeda pendapat terkait kapan sebenarnya peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi. Ibn Sa’d dan al-Waqidiy berpendapat, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadlan. Ibn al-Munir dan al-Harbi mengatakan, terjadi pada malam 27 Rabiul Akhir. Sementara al-Nawawi memilki tiga pendapat, dalam Syarh Muslim ia mengatakan terjadi pada bulan Rabiul Akhir, dalam Fatawinya ia berpendapat pada bulan Rabiul Awal, sedangkan dalam kitabnya yang bertitel Raudlah al-Thalibin ia berpegang pada pendapat yang menyatakan terjadi pada bulan Rajab. Terlepas dari kesimpang-siuran pendapat tersebut, yang jelas umat Islam merayakannya tiap bulan Rajab. Hal ini mungkin yang lebih mendekati kebanaran, sebagaimana yang didakwakan oleh Jalaluddin al-Suyuthi bahwa pendapat yang masyhur adalah pada bulan Rajab.

Begitu juga terkait tempat dimana Nabi Saw. diperjalankan, dalam keadaan terjaga ataukah tidur, hanya sekali ataukah berulang kali dan lain sebagainya, para sejarawan tidak lepas dari perbedaan pendapat. Karena sempitnya ruang pena dan sedikit manfaatnya, tulisan ini tidak akan mengkaji Isra’ Mi’raj dalam dimensi kesejarahannya, tapi lebih mengkonsentrasikan pada bagaimana peristiwa tersebut dihayati oleh para Sufi, mengingat –dalam pandangan penulis- hanya di tangan Sufilah Isra’ Mi’raj menemukan transformasi ajarannya.
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. sebagai kaki pijak tujuan tasawuf
Kendati riwayat tentang Isra’ Mi’raj sangat beragam, namun semuanya bisa disimpulkan bahwa pada intinya Nabi Muhammad Saw. pernah diperjalankan oleh Allah dengan perjalanan horizontal (Isra’) dan vertikal (Mi’raj). Dalam perjalanan vertikal inilah Muhammad Saw. menaiki langit (sama’) demi langit hingga sampai ke langit tujuh. Di langit ke tujuh beliau bertatap muka dan berdiskusi dengan Allah, yang akhirnya menghasilkan kewajiban bagi diri dan umatnya shalat lima kali dalam sehari semalam.
Dalam dunia tasawuf peristiwa tersebut tidak hanya dijadikan sebagai momen bersejarah yang hampa makna, tapi dijadikan sebagai simbol inspirasi perjalanan mistikus dimana manusia bisa bertemu dan bercakap-cakap dengan Tuhannya. Oleh karena itu, penyaksian alam malakut atau tersingkapnya tabir ke-Tuhanan (musyahadah) dalam dunia tasawuf menjadi tujuan akhir pencarian kejernihan jiwa bagi para sufi. Dalam kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. diungkapkan bahwa beliau bisa bertemu dengan Tuhannya dengan melewati tujuh langit, ini artinya bahwa umatnya juga bisa bermusyahadah dengan Allah tapi harus melalui beberapa maqam (terminal-terminal), atau derajat yang harus dilalui untuk menjadi ‘Arif billah. Maqam tersebut sangat banyak sekali jumlahnya sebagaimana arti bilangan tujuh yang berarti menunjukkan jumlah tak terhitung. Sebagai sample QS. 2: 261 dan QS. 31: 27, dalam kedua ayat ini kata tujuh tidak diartikan sebagai hitungan eksak dalam arti bilangan tujuh, tapi jumlah yang sangat banyak. Kendati demikian, maqamat dalam standar sunni jumlahnya ada tujuh, sebagaimana arti literal kata sab’ al-Samawat (tujuh langit). Tujuh terminal tersebut ialah:
1. Taubat, Menurut Dzu al-Nun al-Mishri, taubat terbagi menjadi dua, taubatnya orang awam yaitu taubat dari dosa-dosa dan taubatnya orang khawas, taubat dari lalai kepada Tuhan (ghaflah).
2. Wara’, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas halal dan haramnya. Dalam hal ini seseorang harus selalu mengupayakan dirinya untuk makan sesuatu yang halal.
3. Zuhud, artinya seseorang tidak tamak atau mengharapkan pemberian dari orang lain dan tidak mengutamakan kesenangan dunia.
4. Fakir, seseorang di dalam hatinya tidak boleh merasa memiliki sesuatu dan merasa sangat membutuhkan Allah.
5. Sabar, dalam menghadapi bencana seseorang harus menyikapinya dengan etika yang baik (husn al-Adab).
6. Tawakkal, hanya berpegang teguh pada Allah sebagai Tuhan yang maha memelihara (Rabb al-‘Alamin).
7. Ridla, hati selalu menerima ketentuan Tuhan (Taqdir) baik manis maupun pahit. Sebagaimana dikatakan Al-Nuri bahwa ridla adalah kegembiraan hati menghadapi “pahitnya ketentuan Tuhan”. Ibn Khafif menambahkan, ridla juga berarti menyetujui terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya dan yakin bahwa itulah yang terbaik dan diridlai oleh Allah.
Secara urut ketujuh maqam ini harus dilalui secara tertib, karena dalam tiap perpindahan dari satu maqam ke maqam yang lain sufi akan mengalami perubahan psikis-emosional atau yang biasa disebut dengan hal. Dalam maqam terakhir sufi akan mengalami perubahan hal yang mengagumkan dan itu merupakan derajat tertinggi, yaitu mi’raj (naik ke atas) atau biasa disebut dengan ektase, mabuk kepayang hingga klimaknya “face to face” dengan Tuhan bahkan menyatu dengan-Nya, atau dalam bahasa Abu Yazid al-Busthami “Allah adalah Aku” dan “Aku adalah Allah”. Dalam salah satu perkataanya Abu Yazid al-Busthami menyatakan:
“Suatu ketika Dia mengangkatku ke atas, menempatkanku dihadapan-Nya.
Dia berkata kepadaku, Wahai Abu Yazid, makhluk-Ku akan senang mencarimu.
Aku berkata pada-Nya, hiasilah aku dengan wahdaniyyah-Mu, pakaianku dengan ananiyyah-Mu, dan angkatlah aku ke ahadiyah-Mu, hingga ketika makhluk-Mu melihatku,
mereka berkata, kami telah melihat-Mu dan Engkau akan menjadi hal itu dan aku tidak akan ada di situ.”
Pengalaman mistis tersebut merupakan pengalaman keagamaan yang sejati. Al-Ghazali, dalam menggambarkan hakikat mengatakan, ketika seseorang naik kepuncak hakikat maka tiada wujud yang tampak selain wujud al-Wahid al-Haq (hanya eksistensi Tuhan yang Esa), seseorang selalu ingat Allah sekalipun kepada dirinya sendiri, tidak ada yang lain kecuali Allah, mereka mabuk kepayang hingga mengalahkan fungsi akalnya. Klimaknya terucaplah kata Ana al-Haq (Aku adalah yang maha benar), Subhani (Maha suci Aku), Ma A’dzam Sya’ni (Alangkah besarnya Aku) Ma fi al-Jubah illa Allah (di dalam jubahku hanya ada Allah).
Dalam kitabnya yang lain, Ihya ‘Ulum al-Din, ketika membahas tingkatan tauhid ia mengatakan, tauhid tertinggi (urutan ke empat) adalah seseorang tidak melihat dalam wujud kecuali al-Wahid (Tuhan yang Esa). Seseorang tidak melihat dirinya sendiri karena tenggelam ke dalam tauhid-Nya, ia lenyap dari pada melihat dirinya sendiri dan makhluk lain, atau dalam bahasa tasawuf dikenal dengan al-Fana.
Dengan demikian, bagi kaum Sufi pengalaman Nabi Muhammad Saw. dalam Isra Mi’raj dijadikan sebagai contoh pengalaman ruhani tertinggi, pengalaman yang sangat menggembirakan dan hanya bisa dirasakan oleh sang empunya. Dalam salah satu sabdanya Nabi Muhammad Saw. menggambarkannya sebagai “Sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata, tak terdengar oleh telinga, dan tak terbersit dalam hati manusia.” Bagaikan rasa manis madu, seseorang tidak akan pernah bisa merasakannya tanpa mencicipi sendiri. Sebab dalam musyahadah itu, segala rahasia kebenaran tersingkap (Kasyf) untuk sang hamba, dan sang hamba pun lebur dan sirna (fana’) dalam Kebenaran. Menurut al-Busthami pengalaman yang sangat membahagiakan ini bersifat selamannya, bahkan lebih abadi ketimbang kenikmatan surga, karena menurut beliau kenikmatan surga memiliki durasi waktu. Oleh karena itu, walaupun pengalaman tersebut hanya terjadi satu kali dan sesaat, sebagaimana Isra’ Mi’raj Muhammad Saw. yang hanya semalam, tapi relevansinya bagi pembentukkan moral akan bersifat selamanya karena si empunya telah berhasil menangkap kebenaran.
Memang tidak sedikit orang yang menganggap kesatuan Tuhan dan manusia (jawa: Manunggale Kawula Gusti) sebagai ajaran sesat. Pandangan demikian pada dasarnya terpengaruh oleh kaum literalis (Ahl al-Dzahir) yang mengutuk mati-matian terhadap para promotornya, atau mungkin gara-gara promotornya mati ditiang gantung (dihukum mati), sebagaimana yang menimpa pada al-Hallaj, Syuhrawardi al-Maqtul, Siti Jenar dan yang lainnya.
Syahdan, apa yang dituduhkan oleh kalangan literalis sama sekali tidak berdasar dan irasional, karena pengalaman mistis kaum sufi bersifat pribadi dan tidak dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Sebagaimana penjelasan di atas bahwa hanya pelakunyalah yang bisa merasakan, dengan demikian sangat tidak patut jika seseorang menghakimi pengalaman ruhani sufi yang tidak terlihat. Sementara pernyataan vonis hukuman mati berdasarkan “tuntutan agama”, sungguhpun hal tersebut tak lebih dari pembiasan dan pembiusan sejarah. Sejarah membuktikan bahwa jatuhnya vonis lucu tersebut murni sebagai kepentingan politik. Sebagai sample, al-Hallaj diadili dan dihukum mati karena ia memiliki pengikut yang begitu banyak, dimanapun ia berada maka di situlah manusia berkerumunan, kemanapun al-Hallaj pergi maka mereka mengikuti langkahnya. Sementara pada saat itu pemerintah hendak mendirikan Negara, sehingga Bani ‘Abbas yang saat itu memegang tampuk kepemimpinan merasa gundah, khawatir tidak mendapat dukungan. Akhirnya sebagaimana lazimnya politik kotor, al-Hallaj dicekal, pemerintah mewajibkan kepada rakyatnya agar selalu waspada terhadap al-Hallaj. Tapi karena masyarakat sudah benar-benar mendarah-daging dengannya, himbauan pemerintah sama sekali tidak dihiraukan. Sebagai alternatif andalan, penguasa yang bertindak sewenang-wenang itu mengajukan saksi-saksi palsu dengan menjanjikan kedudukan yang tinggi dan materi yang berlimpah ruah kepada para penegak hukum guna memfitnah dan menghakimi al-Hallaj. Akhirnya kepala “kekasih Allah” harus jatuh menggelundung terpenggal pedang. Begitu juga yang terjadi pada sufi martir lainnya, semuannya hanya berdasarkan tuntutan politik kotor penguasa yang menjadi budak nafsu (‘Abd al-Hawa).
Urgensitas renungan Isra’ Mi’raj sufistik bagi manusia kekinian
Berbagai tindakan amoral yang bergelimang di kanan-kiri kita, mulai dari penindasan masyarakat miskin, kebejadan sebagian pemerintah yang dengan seenaknya ngemplang duit rakyat, hingga penyakit-penyakit sosial lain, kiranya sudah cukup dijadikan bukti betapa absurdnya pakerti manusia modern. Sementara di sisi lain “bayangan fatamorgana kesalehan umat Islam” bertumbuh subur. Banyak orang yang mengenakan jubah, berjenggot, berudeng-udeng ala Rasulillah Saw. mondar mandir bawa tasbih, tapi hati mereka tak sesaleh pakaiannya. Mungkin orang-orang seperti inilah yang pernah disaksikan oleh Syaikh Abu Bashir pada abad ke-2 Hijriyah.
Al-Kisah, suatu ketika pada musim haji Abu Bashir berada di Masjid al-Haram, ia terpesona menyaksikan ribuan orang bergerak thawaf mengelilingi Ka’bah, seraya mendengarkan gemuruh tahlil, tasbih, dan takbir dari mulut mereka. Saat pertama kali melihat, Abu Bashir membayangkan, betapa beruntungnya orang-orang itu, mereka telah mendapat panggilan Tuhan, tentunya mereka semua akan mendapat pahala dan ampunan-Nya. Imam Ja’far al-Shadiq, tokoh spiritual yang terkenal dan salah satu ulama besar dari keluarga Rasulullah Saw. begitu menyaksikan kekaguman Abu Bashir, ia langsung berkata, “Inginkah aku tunjukkan kepadamu siapa sebenarnya mereka?”, lalu Imam Ja’far menyuruh Abu Bashir menutup matanya. Kemudian Imam Ja’far mengusap wajahnya. Ketika membuka lagi matanya, Abu Bashir terkejut. Di sekitar Ka’bah, ia melihat banyak sekali binatang dalam berbagai jenisnya, ada yang mendengus, melolong, dan menggaung. Imam Ja’far berkata, “Betapa banyaknya lolongan dan gaungan dan betapa sedikitnya orang yang benar-benar berhaji.” Bagian luar mereka saleh, tapi hatinya busuk menjijikan. Bukankah Imam al-Ghazali sendiri ketika shalat, hanya gara-gara memikirkan persoalan menstruasi, dimata adiknya, Ahmad al-Ghazali, terlihat berlumuran darah. Entah kita tidak bisa membayangkan, anatomi wakil rakyat yang korupsi dan orang yang jual-beli agama demi mempertahankan status quo dimata para ‘Arif billah.
Di tengah-tengah “realitas kusut” ini telah tiba hari besar umat Islam, hari dimana Nabi diIsra’-Mi’rajkan oleh Sang pemilik jagat raya. Ini tentunya momen terbaik bagi umat Islam untuk membersihkan dimensi spiritualnya yang selama ini terendap oleh lumpur-lumpur “kejahiliahan.”
Merayakan Isra’ Mi’raj dengan cara memaksa diri untuk menggapai satu maqam ke maqam yang lain, menggapai maqam taubat untuk sampai ke wara’, dari wara’ ke zuhud, zuhud ke fakir, dilanjutkan maqam sabar, tawakkal dan ridla hingga tergapailah jalinan intim dengan Tuhan sebagaimana yang telah disusun secara apik oleh para sufi, tentu merupakan keharusan untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perlu ditegaskan di sini, bahwa berusaha berada di satu maqam ke maqam lain yang berarti “nyufi” (menjalankan ajaran tasawuf) bukan berarti bertolak dengan profesi, tapi malah memberikan motivasi kepada pelakunya untuk selalu dinamis. Di sepanjang sejarah bisa dibuktikan misalnya Umar Ibn Abdul Aziz, beliau pelaku ajaran tasawuf berprofesi sebagai pemimpin Negara yang sangat sukses. Junaid al-Baghdadi, ahli tasawuf, beliau menjadi pengusaha botol. Abu Sa’id al-Kharraz, sufi, berprofesi sebagai pengusaha konveksi. Al-Hallaj, sufi, syaikh al-Akbar, juga sukses sebagai pengusaha tenun. Hal ini membuktikan bahwa tasawuf sama sekali bukan sebagai faktor yang menjadikan umat Islam tertinggal, kolot dan terbelakang, tapi malah sebaliknya. Karena ber-Isra’ Mi’raj dengan menjalankan ajaran taubat, seseorang akan menyadari bahwa selama ini dirinya telah berbuat angkara murka terhadap sesama, menindas masyarakat pinggiran dan lain-lain. Dengan menanamkan sifat wara’, zuhud, fakir, sabar dan yang lainnya, seseorang akan tercegah dari tindakan mencuri, merampok, korupsi dan terhindar dari budaya hedonisme dan konsumerisme yang kian hari terus menggerus masyarakat.
Dengan demikian Isra’ Mi’raj tidak hanya dimonopoli oleh Nabi Muhammad Saw., Abu Yazid al-Busthami, al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, tapi manusia modern juga bisa ber-Isra’ Mi’raj, naik ke langit untuk bertemu dengan Tuhan, kendati kemungkinan sampai pada “muka Allah” sangat tipis terjadinya. Akhir Qauli, “Selamat ber-Isra’ Mi’raj, semoga berhasil sampai tujuan ”.

sumber : http://misykat.lirboyo.net/isra-miraj-dalam-renungan-sufistik/

Keutamaan puasa bulan Rajab

0 komentar

Bulan Rajab adalah bulannya Allah. Mari kita simak ada apa di balik bulan Rajab itu .Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, "Ketahuilah bahwa bulan Rajab itu adalah bulah Allah, maka :

1). Barang siapa yang berpuasa satu hari dalam bulan ini dengan ikhlas, maka pasti ia mendapat keridhaan yang besar dari Allah SWT.

2). Barang siapa berpuasa pada tanggal 27 Rajab/Isra' Mi'raj akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa.

3). Barang siapa yang berpuasa dua hari di bulan Rajab akan mendapat kemuliaan di sisi Allah SWT

4). Barang siapa yang berpuasa tiga hari yaitu pada tanggal 1, 2 dan 3 Rajab maka Allah akan memberikan pahala seperti 900 tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat.

5). Barang siapa berpuasa lima hari dalam bulan ini, insya Allah permintaannya akan dikabulkan.

6). Barang siapa berpuasa tujuh hari dalam bulan ini, maka ditutupkan tujuh pintu neraka jahanam.

7). Barang siapa berpuasa delapan hari maka akan dibukakan delapan pintu surga.

8). Barang siapa berpuasa lima belas hari dalam bulan ini, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan menggantikan semua kejahatannya dengan kebaikan.

9). Barang siapa yang menambah hari-hari puasanya dalam bulan Rajab, Allah akan menambahkan pahalanya.

Sabda Rasulullah SAW :"Pada malam Mi'raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril A.S : "Wahai Jibril untuk siapakah sungai ini?" Maka berkata Jibril A.S. : "Ya Muhammad, sungai ini adalah untuk orang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini".

Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita : Ketika kami berjalan bersama-sama Rasulullah SAW sebuah kubur, lalu Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau berdoa kepada Allah SWT.
Lalu saya bertanya kepada beliau : "Ya Rasulullah mengapakan Engkau menangis?" Lalu beliau bersabda : "Wahai Tsauban, mereka itu sedang disiksa dalam kuburnya, dan saya berdoa kepada Allah, lalu Allah meringankan siksa atas mereka."

Sabda beliau lagi : "Wahai Tsauban, kalaulah sekiranya mereka ini mau berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka tidak akan disiksa di dalam kubur." Tsauban bertanya : "Ya Rasulullah, apakah hanya berpuasa satu hari dan beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa kubur?"

Sabda beliau : "Wahai Tsauban, demi Allah, Dzat yang telah mengutusku sebagai nabi, tiada seorang muslim lelaki dan perempuan yang berpuasa satu hari dan mengerjakan sholat malam sekali dalam bulan Rajab dengan niat karena Allah, kecuali Allah mencatatkan baginya seperti berpuasa satu tahun dan mengerjakan sholat malam satu tahun."

Sabda beliau lagi : "Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku." "Semua manusia akan berada dalam keadaan lapar pada hari kiamat, kecuali para nabi, keluarga nabi dan orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab,
Sya'ban dan bulan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka kenyang serta tidak akan merasa lapar dan haus bagi mereka."

berhubung ini bulan rajab, jadi postingannya banyak yang berhubungan dengan bulan rajab haha

Pidato Boso Jowo

0 komentar

ألسّلام عليكم ورحمة الله وبراته
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله ارسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله ، صلاة الله وسلامه على اشرف الأنبياء وإمام المرسلين سيدنا و حبيبنا محمّد وعلى اله وازواجه وذرّيّته واصحابه اجمعين. الإتصال يلزم الإنفصال بل الإنفصال لا يازم الإتصال, أمّا بعد.

Ashabal fadhoil Al ‘alim wal ulama’ sepuh pini sepuh khususipun panjeneganipun romo kyai haji Shiddiq ingkang tansah kawuko tenggo punopo ingkang tansah dipun aturaken
Ingkang kawulo hurmati ketua yayasan Mambaul Falah Piji Dawe Kudus
Ingkang kinurmatan bapak Kepala sekolah SMK Mambaul Falah Kudus soho sedoyo dewan guru
Sedayaning tholibin wat tholabat,muridin walmuridat SMK Mambaul Falah Kudus ingkang kawulo mulyaake
Ingkang kinurmatan bapak ibu tamu undangan ingkang tansah kawulo utama’aken. Lan sedoyo hadirin wal hadirot ingkang saat puniko tansah ngklega’ake wegdalipun keranten ngrawuhi pengajian wonten saat puniko kanthi keadaan ingkang bahagia mboten kirang setunggal punopo
Alhamdulillah wasyukurillah ’ala ni’matillah ing pundi ngantos wekdal sak puniko kito sedoyo takseh dipun paringi pinten pinten kenikmatan, utaminipun nikmat iman lan nikmat islam. Ugi nikmat sehat wal ‘afiat sehinggo kito saget makempal wonten majlis ingkang insya Allah mbeto barokah soho manfaati kagem kito sedoyo , amiin amin Yarobbal ’alamin
Sholatullah wasalamuhu ’ala syayidina wa maulana Muhammadin wa ’ala alihi wa ashabihi ajma’iin,mugi kanthi waosan sholawat puniko kito kacatet, kadaku lan katraju estu dados ummatipun ingkang angsal syafa’atul udzmahipun benjang wonten dinten qiyamat. Amiin
Hadzirin hadzirot inkang dipun mulya’aken Gusti Allah
Kanjeng Nabi Muhammad SAW dawuh ”Aljannatu Tahta aqdamil ummahat” suwargo puniko wonten telapak sukunipun biyung utawi ibu. Hadist puniko njelasaken bilih kito dipun wajibake manut lan hurmat deteng tiyang sepuh kekalih luweh luiweh ibu. Milo saat puniko monggolah kito milai hormat tiyang sepuh, antawisipun kito taat punopo ingkang dipun dawuhaken, kito mboten khiyanat punopo ingkang dipun amanatake dateng kito, kito latih badan kito piyambak supadaos guneman engkang sae inggih puniko kanthi bebasan.
Hadirin hadzirot rihimakumullah
”Ridhollahi fi ridhol walidaini ,wasuhtullahi fi shuhtil walidaihi.......”ridhone Gusti Allah puniko wonten ridhone tiyang sepuh kekalih, bendunipun Allah puniko keranten bendunipun tiyang sepuh kekaleh utminipun ibu.....kathah tulodho tulodho ingkang saget kito pendet saking cerito cerito wonten zaman riyen, antawisipun Kan’an putranipun nabi Nuh ingkang mboten purun netepi iman lan akhiripun sedo keterjang banjir, wonten setunggal shohabat zamanipun Rosulullah SAW ingkang sregep ngibadah,sregap ngaji, shodaqoh, zakat ananging piyamba’ipun mboten ta’at utawi mbangkang dateng ibunipun, akhiripun saat sakarotul maut piyamba’ipun kangelan anggenipun ngedalaken utawi pecat nyowo. Na’udzubillah min dzlik..........
Hadzirin Rohimakullah warodiya angkum wabaroka lakum
Kawulo ambali sepindah malih puniko monngo kto sareng sareng ta’at tiyang sepuh kekaleh luweh luweh ibu..........walaupun tiyang sepuh kito benten paham utawi kepercayaan kalayan kito ananging kito wajib tetep hurmat, lan terus njejaluk dumateng Allah Ta’ala supadosa dipun paringi hidayahipin sehinggo saget nuhoni radosan ingkang lurus inggih puniko agami islam ingkang ahiripun sagat nuhoni ugi kalimat laailahaillallah Muhammadurrosulullah, amin amin ya robbal ’alamin
Ma’asyirol mislimin Wa zumrotal mu’minin
Mekaten lan semanten punopo ingkang saget kawulo aturaken, mbok bileh wonten kelenta kelentunipun kawulo matur , kawulo nyuwun nganpunten ingkang sak katahah katahahipun,
Akhirul kalam..............................................????
wassalamualaikum wr. wb.

penulis adalah sohib saya,,kang mas aris wibowo, sewaktu mondok di ponpes mambaul falah piji dawe kudus dahulu biasa di panggil mbah wo

PP GP Ansor Jelang Puncak Harlah

0 komentar

 
Gerakan Pemuda (GP) Ansor akan mengadakan puncak harlah ke-78 yang berlansung dari 7-10 Juni 2012. Harlah tahun ini mengangkat tema ‘Indonesia Bangkit, Rakyat Sejahtera’. Puncak harlah rencananya diadakan di Pondok Pesantren Almuayyad, Jl. KH. Samanhudi No. 64, Surakarta, Jawa Tengah.

Dalam waktu 4 hari itu, PP GP. Ansor mengagendakan sejumlah acara, di antaranya Konbes XVIII, Musyawarah Kubro Ulama Muda Ansor, Bakti Sosial dan Penanaman Pohon, Islamic Financial Inclusion Summit, Apel Kesetiaan Pancasila 50.000 Banser, dan Pengajian, Selawat, dan Doa untuk Bangsa.

“Persiapan kami sudah mencapai 75%,” papar M. Aqil Irham, Sekjen PP GP. Ansor kepada NU Online di kantor PP GP. Ansor Jl. Kramat Raya 65A, Jakarta Pusat, Selasa (22/5) malam.

Puncak harlah ke-78 ini akan dihadiri oleh 32 pengurus wilayah GP. Ansor yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Setiap pengurus wilayah akan diwakili oleh 7 orang. Mereka adalah ketua pengurus wilayah, wakil ketua pengurus wilayah, sekretaris pengurus wilayah, bendahara pengurus wilayah, kabid. Ekonomi, kabid. Agama, dan kabid. Pengkaderan, tambahnya.

Sekjen PP GP. Ansor ini tampak tengah mempersiapkan sejumlah surat. PP GP. Ansor akan melayangkan surat tersebut ke 32 pengurus wilayah GP. Ansor.

Dalam kesempatan 4 hari itu, GP. Ansor akan membahas persoalan aktual yang dihadapi bangsa Indonesia.

Menurut Aqil Irham, persoalan kebangsaan ini menuntut segera penyelesaian yang menyeluruh. Karenanya, GP. Ansor akan melakukan konsolidasi dengan seluruh pengurus wilayah.

Dikatakannya, persoalan kebangsaan kini masih menghantui benak masyarakat. Antara lain, persoalan pluralitas yang belum selesai, ekonomi yang morat-marit, hukum yang tebang-pilih, dan segudang persoalan masyarakat dan bangsa Indonesia kini.

sumber : www.nu.or.id