Thursday, May 30, 2013

Hakikat Wali

1 komentar

Dalam tradisi keilmuan Nusantara, dikenal istilah wali. Diantara kata wali yang paling populer adalah 'walisanga' yang berarti wali sembilan sebagai penyebar Islam pertama di Nusantara. Wali juga biasa diidentikkan dengan seseorang yang memilki kelebihan (karomah). Sebagian dari masyarakat muslim mempercayai keberadaan dan 'kelebihan' yang dimiliki para wali dan sangat menaruh hormat kepada mereka. Kepercayaan itu diungkapkan dalam bentuk mengunjungi maqbaroh untuk bertawassul kepada mereka. Akan tetapi sebagian masyarakat yang lain tidak percaya dengan keberadaan wali bahkan menganggap para wali sebagai sarang ke-bid'ah-an. Hal ini terjadi karena miskinnya pengetahuan atau seringnya pemaknaan kata wali yang merujuk pada hal-hal negatif. Menurut bahasa, kata wali itu kebalikan dari ‘aduw, musuh. Bisa jadi berarti sahabat, kawan atau kekasih. Umumnya wali Allah diartikan kekasih Allah. Menurut istilah ahli hakikat, wali mempunyai dua pengertian, Pertama, orang yang dijaga dan dilindungi Allah, sehingga dia tidak dan tidak perlu menyandarkan diri dan mengandalkan pada dirinya sendiri. Seperti dalam al-Qur’an surah al-A’raf 196
Artinya: Sesungguhnya pelindungku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.

Kedua, orang yang melaksanakan ibadah kepada Allah dan menanti-Nya secara tekun terus menerus tak pernah kendur dan tidak diselingi dengan berbuat maksiat, maka Allah pun mencintainya.

Kedua-duanya merupakan syarat kewalian. Wali haruslah orang yang terpelihara (mahfudz) dari melanggar syara’ dan karenanya dilindungi oleh Allah, sebagaimana nabi adalah orang yang terjaga (ma’shum) dari berbuat dosa dan dijaga oleh-Nya.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan penanda bagi wali Allah
a.    Himmah atau seluruh perhatiannya hanya kepada Allah
b.    Tujuannya hanya kepada Allah
c.    Kesibukannya hanya kepada Allah

Ada juga yang mengatakan tanda wali Allah adalah senantiasa memandang rendah dan kecil kepada diri sendiri serta khawatir jatuh dari kedudukannya (di mata Allah) di mana ia berada. (baca Jamharatul Auliya wa A’lamu Ahlit Tatsawwuf, hal 73-110)

Kalau menurut al-Qur’an, ini tentu saja paling benar, wali Allah adalah orang-orang mu’min yang senantiasa bertakqwa dan karenanya mendapat karunia tidak mempunyai rasa takut (kecuali kepada Allah) dan tidak pernah bersedih. Seperti dalam al-Qur’an surah Yunus: 62-63

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٦٢﴾ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

Artinya: Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Alloh tidak ada rasa takut atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, (Yaitu mereka) adalah orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa

Atau dengan kata lain, wali Allah adalah orang mu’min yang senantiasa mendekat (taqarrub) kepada Allah dengan terus mematuhi-Nya dan mematuhi Rasul-Nya. sehingga akhirnya dia dianugrahi karomah, semacam ‘sifat ilmu niluwih’ (seperti mukjizat Nabi. Bedanya, mu’jizat nabi melalui pengakuan –dan sebagai bukti- kenabian; sedang karomah wali tidak mengikuti pengakuan kewalian).

Dalam sebuah hadits qudsi (hadits Nabi saw. yang menceritakan firman Allah) yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Shahabat Abu Hurairah r.a Rasulullah saw bersabda:


إن الله تعالى قال: من عادى لي وليا فقد أذنته بالحرب وما تقرب إلـي عبدى بشيئ أحب إلـي مما افترضته عليه ولايزال عبدى يتقرب الـي بالنوافل حتى احبه فاذا احببته كنت سمعه الذى يسمع به وبصره الذى يبصربه ويده التى يبطش بها ورجله التى يمشى بها وإن سألنى لأعطينه وإن استعاذنـي لأعيذنه

Artinya: Allah Ta’ala telah berfirman: Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku benar-benar mengumumkan perang terhadapnya. Hamba-Ku tidak berdekat-dekat, taqarrub, kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai melebihi apa yang telah aku fardhukan kepadanya. Tak henti-hentinya hamba-Ku mendekat-dekat kepada-Ku dengan melaksanakan kesunahan-kesunahan sampai Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Akulah pendengarannya dengan apa ia mendengar. Akulah penglihatannya dengan apa ia melihat. Akulah tangannya dengan apa ia memukul. Akulah kakinya dengan apa ia berjalan. Dan jika ia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya, jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku akan melindunginya.

Boleh saja orang mempunyai ‘sifat linuwih’ misalnya bisa membaca pikiran orang, bisa berkomunikasi dengan binatang atau orang yang sudah mati, bisa berjalan di atas air, atau kesaktian-ksaktian lainnya, tetapi tentu saja dia tidak otomatis bisa disebut wali. Sebab dajjal, dukun, tukang sihir, ‘ahli hikmah’ tukang sulap atau paranormal pun bisa memperlihatkan kesaktian semacam itu.

Sebaliknya bisa saja seorang wali dalam kehidupannya sama sekali tidak tampak lain dari orang-orang biasa. Lihat saja dari kesembilan wali Tanah Jawa, yang terkenal punya kesaktian hanya Sunan Kalijogo yang mempunyai kesaktian membuat soko guru masjid Demak dari tatal dan Sunan Bonang yang mengubah buah pinang tampak menjadi emas. Jadi kewalian seseorang tidak diukur dengan keanehan dan kesaktiannya, perilaku ataupun pakaiannya melainkan kedekatan dan ketakwaan kepada Allah.

(sumber: Fikih Keseharian Gus Mus)

Posisi Jari-Jemari Ketika Shalat

7 komentar

Jarang orang berpikir mengenai fungsi jari-jari tangannya. Seolah dibiarkan bergerak begitu saja. Padahal kita dapat memanfaatkannya sebagai  pendulang pahala, jika mengetahui tata caranya. Karena banyak laku ibadah yang sepele, jika diniati sebagai sebuah kesunnatan akan mendatangkan pahala. Termasuk didalamnya adalah mengenai letak jari-jari dalam shalat.
Jangan biarka jari-jari tangan kita bergerak demikian saja dalam shalat. kadang renggang dan kadang rapat. Karena ada tata cara dan waktu khusus untuk merenggangkan atau merapatkan jari-jari dalam shalat.

Disunnahkan merenggangkan (sekadarnya) jari-jari tangan dalam shalat ketika mengangkat tangan untuk takbiratul ihram, ruku’, bangun dari ruku’ (I’tidal), dan berdiri dari tahiyat awal. Demikian pula sunnah hukumnya merenggangkan jari-jari ketika rukuk. Artinya jari-jari direnggangkan ketika menekan lutut.

Berbeda halnya ketika dalam keadaan sujud. Hendaknya posisi jari-jari rapat dan mengarah kiblat. Tepatnya ketika jari-jari tangan kita menempel pada alas tempat shalat. Demikian pula ketika duduk di antara dua sujud, sebaiknya jari-jari tetap rapat di atas kedua lipatan kaki.

Adapun ketika tahiyat, maka jari-jari tangan kiri tetap rapat mengarah ke kiblat, dan jari-jari tangan kanan menggenggam sambil mendirikan jari telunjuk mengarah ke kiblat.

Demikianlah sedikit informasi tentang posisi jari-jemari tangan dalam shalat sebagaimana diterangkan Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain.


sumber :: www.nu.or.id

Percaya pada Pantangan

2 komentar

Masih umum kita temukan di lingkungan masyarakat awam adanya kepercayaan yang tidak sejalan dengan syariah. Terutama kepercayaan memantang (meninggalkan) sesuatu perkara dengan alasan kalau-kalau apa yang dilakukan itu mendatangkan mudharat pada dirinya ataupun keluarganya.
Misalkan saja kepercayaan yang masih mengakar adalah pantangan menyembelih bagi seorang suami yang istrinya dalam keadaan hamil. Takut jikalau si jabang bayi yang ada dalam kandungan ibunya akan menuruti sifat hewan yang disembelih bapaknya. Demikian juga dengan kepercayaan terhadap pantangan yang lain.

Hal ini perlu diluruskan, bahwasanya Allah swt telah menentukan nasib seseorang di zaman azali yang dikenal dalam bahasa ilmu tauhid dengan istilah taqdir. Yang mana taqdir ini tidak dapat dirubah oleh siapapun dan apapun. Dalam sebuah hadits disebutkan:

فرغ الله من أربع من الخلق والأجل والرزق والخلق

Allah telah usai menetapkan empat perkara, kejadian, ajal, rizqi dan perangai.

Demikianlah jikalau ingin menyembelih hewan ketika istri hamil, sembelihlah secara syariah dengan membaca bismillah. Insyaallah si jabang bayi akan menurui karakter bapak ibunya bukan karakter hewan sembelihan.


sumber :: www.nu.or.id

Sunday, May 12, 2013

Your Uninstaller! Pro 7.5.2013.02

1 komentar



Your Uninstaller! Pro 7.5.2013.02 adalah salah satu software yang berfungsi untuk menguninstall atau me-remove progam yang telah anda install. Ada kalanya proses penghapusan tidak optimal, karena mungkin masih menyisahkan file, registry, dll yang kedepan nya akan memperlambat kinerja komputer kita, nah dengan software ini sisa file tersebut dapat di atasi sampai ke akar-akanya.


Your Uninstaller! Pro 7.5 Key features:

Completely remove any application installed.
Deep scan of registry and entire disk for unused registry entries and files.
Remove programs that could not be removed by Add/Remove Program.
Uninstall screen savers. [PRO]
Remove internet surfing traces.
Backup and restore registry.
Registration key management.
Built-in Disk Cleaner helps you find and remove unnecessary files on your disk to save space and make computer faster! [PRO]
Built-in IE Context Menu Cleaner, cleans the context menu of Internet Explorer. [PRO]
Built-in Startup Manager, take full control of Window startups. [PRO]
Fix invalid desktop shortcuts and start menu shortcuts.
Get the applications detail info even if it hide itself in deep directory, especially useful for finding out “Spy” applications. [PRO]
Backup/restore installed-applications information.
Uninstall with SINGLE drag-drop! Just drop a file on Your Uninstaller! icon on the desktop to see what happens! [PRO]
List installed applications with appropriate icons(same as you see in the Start Menu), you can easily find the application you want to uninstall.
Powerful search feature allows you quickly find the program you are about to uninstall.
Automatic detection of invalid installations and removing them with one click.
Force removal of uninstall related entries in the registry(care to use!). [PRO]
Lighting speed at startup, 5-10 times faster than Add/Remove Program of Windows XP!
Export programs list to file or printer.

Link DOWNLOAD

Takbirotul Ihrom dan Takbirotul Intiqol

12 komentar


Tidak selamanya pertanyaan sederhana mudah dijawab. Tak ubahnya seperti pertanyaan terkait perbedaan takbirotul ihram dan takbir yang lain. Mengapa takbir di awal shalat dinamakan takbirotul ihrom, sedangkan takbir yang lain hanya disebut sebagai takbir saja? Padahal kalimatnya berbunyi sama; Allahu Akbar?

Dalam istilah shalat ada dua macam takbir, takbirotul Ihram dan takbirotul intiqal. Takbirotul Ihram adalah takbir yang dibaca pada permulaan shalat. Sedangkan takbirotul intiqal adalah takbir yang dibaca ketika berpindah dari satu rukun fi’li (gerakan shalat) ke lain rukun fi'li.

Namun secara filosofis takbirotul ihrom menjadi bacaan penggaris yang menjadi penyebab diharamkannya sesuatu yang tadinya dihalalkan. Artinya, apa-apa yang diperbolehkan sebelum pembacaan takbir, menjadi haram ketika takbir itu telah dibacakan. Misalanya, makan dan berbicara adalah dua hal yang diperbolehkan, tetapi ketika kita sudah membaca takbiratul ihrom di awal shalat makan dan berbicara itu menjadi haram.

Demikian yang diterangkan dalam Hasyiaytul Bajuri



وقوله تكبيرة الاحرام أى تكبيرة سبب فى تحريم ماكان حلالا له قبل كالأكل والشرب ونحوهما


Takbirotul ihrom artinya takbir yang menjadi sebab haramnya sesuatu yang tadinya dihalalkan, seperti makan, minum dan sebagainya. (Ulil Hadrawi)

Sumber :: www.nu.or.id

Haram Membawa HP Masuk Masjid

1 komentar

Derasnya kemajuan teknologi-informasi hendaknya dibaengi dengan sikap yang bijaksana. Tidak saja dalam hal pergaulan tetapi juga dalam masalah peribadatan. Karena bila diperhatikan kemajuan teknologi ini satu sisi membawa maslahah dan satu sisi juga mengundang mafsadah. Terkadang maslahahnya terasa begitu besar, tetapi seringkali mafsadahnya juga lebih besar. Peran keduanya sangat bersifat subjektif, tergantung manusia yang menggunakannya.

Memang kemajuan teknolgi-informasi sebagai syarat globalisasi tidak dapat dihindari. Masyarakat muslim sebagai bagian dari masyarakat duniapun ikut menikmati imbasnya. Dalam tamsil yang paling sepele adalah bagaimana kita sering terkaget dan merasa risi ketika nada panggil berbunyi di tengah-tengah jama’ah shalat. Padahal di tembok-tembok masjid itu telah ditempel tulin ‘HP harap dimatikan’ atau berbagai penanda yang menunjukkan larangan membawa atau mengaktifkan HP di masjid.

Nah bagaimanakah fiqih menyikapi realita ini? dalam konteks fiqih masalah semacam ini biasa disebut dengan tayswisy, yaitu berbagai macam tindakan yang mengganggu atau menimbulkan keraguan orang yang berada disekitranya. Biasanya hukum atas tindakan tayswisy ini diklarifikasi lagi.

Apabila memang mengganggu ibadah orang disekitarnya maka hukumnya makruh. Namun jika ternyata tidak mengganggu orang sekitarnya hukumnya diperbolehkan. Dengan catatan bentuk tasywisy itu adalah bacaan al-qur’an, tasbih atau dzikir, sebagaimana diterangkan Ba’lawi al-Hadrami dalam Bughyatul Mustarsyidin

جماعة يقرأون القرأن فى المسجد جهرا وينتفع بقرائتهم أناس ويتشوش أخرون فإن كانت المصلحة أكثر من المفسدة فالقرأة أفضل وإن كانت بالعكس كرهت اهـ فتاوى النووي

Jikalau orang berkumpul membaca al-qur’an di dalam masjid dengan lantang, dan bacaan itu membuat sebagian orang disekitar merasa nyaman namun juga menyebabkan sebagian yang lain terganggu, apabila unsur maslahah dalam bacaan alqur’an itu lebih banyak (karena mendengarkan qur’an ada pahalanya) dari pada madharat, maka bacaan (al-qur’an yang lantang) itu lebih utama. Akan tetapi jika bacaan itu banyak mudharatnya (mengganggu orang lain), maka hukumnya makruh.    

Lain lagi pendapat al-Turmusi yang tegas mengharamkan tasywisy bila memang terbukti mengganngu orang lain. Walaupun tasywisy itu adalah shalat.

ويحرم على كل أحد الجهر فى الصلاة وخارجها إن شوش على غيره من نحو مصل أو قارئ أو نائم

Haram bagi seorang bersuara lantang baik dalam shalat ataupun lainnya apabila mengganggu orang lainnya yang sedang shalat dan membaca qur’an bahkan (mengganggu) orang tidur sekalipun.

Lantas bagaimanakah jika tasywisy itu berasal dari bunyi dering HP, atau suara orang berkomunikasi melalui HP di dalam dalam masjid? Jika melihat dua nash di atas jelas hukumnya haram, baik mengganggu ataupun tidak. Karena bentuk tasywisynya tidak mengandung ibadah yang mendekatkan diri pada Allah swt. Apalagi jika menimbang etika dalam masjid yang merupakan ruang untuk berdzikir Allah swt tidak untuk yang lain.

Sumber :: www.nu.or.id

Menikahi Perempuan yang Hamil

1 komentar


Menikahi perempuan perawan maupun janda hukumnya adalah sah-sah saja. Bahkan jika dengan syarat yang benar dan niat yang baik bisa menjadi amal ibadah yang sangat besar pahalanya. Karena pada dasarnya pernikahan adalah ibadah.
Namun demikian, besarnya nilai ibadah dalam pernikahan tidak lantas dapat mempermudah semua urusan nikah, apalagi jika ternyata perempuan yang hendak dinikah sedang hamil, maka perlu keterangan lebih lanjut. Karena pastilah perempuan itu telah berhubungan dengan lelaki yang menyebabkan kehamilannya.

Jika wanita yang hamil itu ditinggal mati oleh suaminya, maka pernikahan dengannya hanya dapat dilakukan dengan sah setelah ia melahirkan. Begitu juga jika perempuan yang hamil itu telah dicerai suaminya, maka baru dapat dinikahi setelah ia melahirkan.

Hal ini jelas berdasar pada surat Thalq ayat 4:

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka itu adalah setelah melahirkan kadungannya.

Berbeda jikalau ternyata perempuan hamil itu belum memiliki suami, atau hamil diluar nikah (hamil karena zina) yang dalam bahasa sehari-hari disebut ‘hamil gelap’ , maka hukumnya sah menikahinya saat itu juga dan juga boleh me-wathi-nya (berhubungan seks dengannya), tanpa menunggu perempuan itu melahirkan bayinya. Sebagaimana keterangan dari Hasyiatul Bajuri :

لونكح حاملا من زنا صح نكاحه قطعا وجاز وطؤها قبل وضعه على االأصح

Jika seorang lelaki menikahi perempuan yang sedang hamil karena zina, pastilah sah nikahnya. Boleh me-wathi-nya sebelum melahirkannya, menurut pendapat yang paling shahih.

Adapun mengenai nasab keberadaan si bayi tergantung pada lamanya jarak antara perkawinan dan kelahiran. Jikalau jarak antara pernikahan dan kelahiran lebih dari enam bulan walaupun dua detik, maka bayi itu bernasab pada bapaknya (lelaki yang mengawini ibunya dalam keadaan hamil). Akan tetapi jika jarak antara perkawinan dan kelahiran itu kurang dari enam bulan, maka nasab bayi itu kepada ibunya.  Demikian dai keterangan kitab yang di pinggir (hamis) Buaghyatul Musytarsyidin, begitulah teksnya

نكح حاملا من الزنا فأتت بولد لزمن امكانه منه بأن ولدت لستة أشهر ولحظتين من عقده وإمكان وطئه لحقه وكذا إن جهلت المدة ولم يدرهل ولدته لمدة الإمكان أولدونها على الراجح وإن ولدته لدونها لم يلحقه

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa perkara terpenting sehubungan dengan mengawini perempuan hamil adalah memastikan terlebih dahulu, bahwa perempuan itu sedang tidak memiliki suami yang sah baik karena ditinggal mati, dicerai atau karena hamil zina.

Namun, jika perempuan yang hamil itu masih memiliki suami yang sah, sudah barang tentu tidak akan sah akad nikahnya, selain itu juga bisa menyebabkan ‘perang’ dengan suaminya, karena itu sama halnya dengan menikahi istri orang. Wallahu a’lam


Sumber :: www.nu.or.id

Hukum Berguru pada Internet

1 komentar

Zaman globalisasi sudah tidak terhindari lagi. Globalisasi seolah meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu. Sehingga kejadian di belahan bumi utara bisa diterima beberpa detik dibelahan bumi selatan. Begitulah karakter globalisasi yang cenderung merusak berbagai pelanggeran, termasuk di dalamnya juga berbagai pelanggaran keagamaan. Sehingga di zaman globalisasi ini susah sekali membedakan antara alim(orang yang mengerti) dan jahil (orang yang tidak mengerti), antara faqih dan bukan faqih, antara mufassir (ahli tafsir) dan mengaku-ngaku ahli tafsir.

Demikianlah keadaannya, berbagai informasi dan pengetahuan dengan mudah dapat diakses di dunia cyber (internet). Bahkan yang memperparah keadaan adalah banyaknya orang yang menjadikan dunia maya (internet)sebagai seorang guru tempat bertanya dan mencari tahu. Dan celakanya dari guru (dunia maya) inilah mereka lalu menyebarkan apa yang di dapatnya kepada murid-muridnya.

Memang, tidak semua yang ada di internet adalah tidak benar. Banyak sekali kebenaran yang terserak di sana, akan tetapi kebenaran itu belum teruji dan masih perlu diferifikasi lebih lanjut. Karena bagaimanapun internet bukanlah guru yang memiliki sanad yang jelas, bahkan internet sering menjadi penyebar hal-hal negative. Alih-laih membawa berkah, internet banyak sekali memberi musibah. Bagaimana bisa menjadikan seseuatu yang menyebabkan musibah sebagai seorang guru? Sungguh terlalu.

Oleh karena itu, keberadaan globalisasi dan internet yang tidak dapat dihindarkan harus diposisikan yang benar dan member manfaat. Sebagaimana pisau ditangan tukang masak bukan di tangan preman. Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang berguru langsung kepada Jibril. Demikianlah tuntunan agama yang baik sebagaimana dilanutnkan dalam sya’ir:

ومن يأخذ العلم من شيخ مشافهة       #     يكن عن الزيغ والتصحيف فى حرم

ومن يكن أخذا للعلم من صحف        #     فعلمـــه عند أهــــــــل العلم كالعدم

Barangsiapa yang mengambil ilmu dari seorang guru dengan musyafahah (berhadap-hadapan langsung), niscaya terpeliharalah ia dari tergelincir dan keliru. Dan barangsiapa mengambil ilmu dari buku-buku (apalagi internet), maka pengetahuannya menurut penilaian ahli ilmu adalah nihil semata.

Demikianlah seharusnya memposisikan internet sebagai media yang harus dikonfirmasi kembali berbagi informasi di dalamnya. Tidaklah layak langsung ditelan, tetapi harus dimasak lebih dahulu.

Sayang sekali, banyak sekali orang terlalu tinggi ego dalam dirinya sehingga malu bertanya dan enggan mengakui orang lain sebagai gurunya yang lebih tahu. Jika sudah demikian maka percuma berbagai nasehat, karena keinkarannya lebih kuat dari pada keinginan untuk belajar.

المنكر لايفيده التطويل ولو تليت عليه التوراة والانجيل

Tidaklah berguna berpanjang kalam (keterangan) bagi orang yang telah inkar, walaupun dibacakan untuknya taurat dan inji.

Sumber :: www.nu.or.id

Konsep Aurat dan Larangan Berwudhu Telanjang Bulat

0 komentar


Bagi sebagian orang, wudhu merupakan salah satu laku ibadah yang telah merasuk menjadi rutinitas. Setiap kali bersentuhan dengan air, seketika itu pula ia berwudhu. Ini adalah suatu kebaikan, karena berusaha mengkondisikan diri dalam keadaan suci.
Namun demikian perlu diperhatikan bahwasannya berwudhu haruslah dalam keadaan aurat tertutup. Minimal aurat depan (qubul) dan belakang (dubur). Walaupun sebenarnya menutup aurat bukanlah termasuk syarat sah wudhu. Akan tetapi, ini berhubungan dengan tata cara dan hukum menutup aurat ketika sendirian (khalwat) yang batasannya berbeda dengan aurat ketika shalat dan ketika bersosialisasi di depan umum.

Menurut Az-Zarkasyi sebagaimana tercantum dalam Nihayatul Muhtaj, bahwa aurat yang wajib ditutup ketika sendirian (khalwat) adalah dua kemaluan saja bagi laki-laki (qubul dan dubur), dan antara pusar dan lutut bagi perempuan.

قال الزركشى: والعورة التى يجب سترها فى الخلوة السوأتان فقط من الرجل ومابين السرة والركبة من المرأة

Azzarkasyi berkata bahwa aurat yang wajib ditutup ketika khalwat adalah dua kemaluan saja bagi laki-laki (qubul dan dubur), dan antara pusar dan lutut bagi perempuan.

Bahwasannya  ada dua macam aurat khusus. Pertama aurat ketika sendirian (khalwat) dan kedua aurat ketika di hadapan orang yang boleh memandang kepadanya seperti istri dan budak perempuan (sesuai perkembangan zaman, konsep perbudakan kini sudah tidak ada lagi). Keduanya memiliki tata cara yang berbeda seperti diterangkan dalam kitab Fathul Muin bahwa:

وجاز تكشف له اى للغسل فى خلوة او بحضرة من يجوز نظره الى عورته كزوجة او أمة والستر افضل وحرم ان كان ثم من يحرم نظره اليها كماحرم فى الخلوة بلاحاجة وحل فيها لأدنى عرض كما يأتى

Boleh membuka aurat (telanjang bulat) ketika mandi karena khalwat (sendirian), atau (boleh juga membuka aurat) di depan orang yang diperbolehkan memandang auratnya seperti istri atau budak perempuannya. Namun menutup aurat lebih afdhal. Dan haram membuka aurat jika di sana ada orang yang terlarang (tidak diperbolehkan) melihatmya. Seperti halnya diharamkan membuka aurat ketika sendirian tanpa ada keperluan apa-apa.

Dari keterangan di atas dapat difahami bahwa seseorang hanya diperbolehkan membuka aurat atau bertelanjang bulat ketika mandi sendirian atau ketika hanya berhadapan hadapan dengan istri. Karena mandi harus meratakan air ke seluruh tubuh, dan ini tidak bisa tercapai tanpa harus membuka semua penutupnya. Maka dibolehkan bertelanjang bulat ketika mandi.

Ini berbeda dengan kasus wudhu, karena keperluan wudhu dalam meratakan air tidak seperti mandi, maka berwudhu harus dengan menutup auratnya, minimal aurat depan (qubul) dan belakang (dubur). Dengan kata lain, jika mandi memang perlu bertalanjang, sedang wudhu tidak perlu bertelanjang. Maka dilarang berwudhu dengan bertelanjang bulat tanpa menutup aurat walaupun sendirian tanpa sesuatu keperluan apapun.

Oleh Karena itu, ketika seseorang selesai mandi dan ingin mengakhiri mandinya dengan berwudhu, sebaiknya terlebih dahulu menutup auratnya. Walaupun hanya dengan celana dalam ataupun handuk yang melingkar di badan. Wallahu a’lam.


Sumber :: www.nu.or.id

Tuesday, May 7, 2013

Islam Tak Kenalkan Kekuasaan Tiran

0 komentar


Dalam membangun pemerintahan, Islam tidak pernah mengenalkan kekuasaan yang tiran. Pemimpin dan rakyatnya sama saja karena keduanya terikat dalam sebuah kontrak sosial.

“Pemimpin (penguasa) harus bisa menjaga agama dan mengatur urusan dunia. Rakyat dituntut untuk taat, selama pemimpin tersebut tidak bergeser dari maqomnya,” kata pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU Dr. Abdul Jalil  dalam acara diskusi publik bertajuk Pilkada 2013; Demokratis dan Aman Menuju Pemimpin Berkualitas di Kudus, Jum’at malam (3/5).

Berbicara dalam perspektif agama, Ia menandaskan idealisme seorang pemimpin harus dibreakdown dan dimulai dalam penerapan syarat dengan sangat ketat. Seraya menyebut pendapat Al-Mawardi, kriteria pemimpin (imam) itu harus memiliki kecakapan bertindak, bersifat 'adalah (keadilan), berilmu memadai, ahli strategi,  memiliki mental yang kuat, berani  dan  berbadan  sehat.

“Kriteria tersebut secara tegas menyiratkan semangat memunculkan pemimpin negara yang kuat,dapat dipercaya,tidak menyelewengkan kekuasaan dan mampu mengatur seluruh potensi untuk kesejahteraan rakyat,” tegas Dosen STAIN Kudus ini.

Namun di alam demokrasi seperti ini, menurut Jalil, kontrol dari rakyat tidak segampang membalikkan telapak tangan. Segala sesuatu ada rule of game-nya. Semua bentuk kritik, kontrol harus prosedural.

“Jika rakyat melihat penguasa tidak becus dan sewenang-wenang, misalnya, mereka tidak bisa menyeretnya  begitu saja. Yang bisa mereka lakukan adalah melaporkannya kepada wakil rakyat, DPR, dan untuk selanjutnya mereka yang klarifikasi dan melakukan kontrol,” kata wakil sekretaris Yayasan pendidikan Islam Qudsiyyah (YAPIQ) Kudus ini.

Melihat begitu berat tuntutan penguasa, masih banyak diantara kita yang kemaruk ingin menjadi penguasa? Padahal, jika pola interaksi rakyat-penguasa adalah pola amanat, maka penguasa yang hanya memburu kesenangan pribadi sudah dapat dipastikan akan terjebak pada pengabaian kepentingan rakyat.

“Tentu, ini adalah pengingkaran terhadap amanat. Pinjam istilah fiqh, orang yang dengan sadar membiarkan amanat terbengkalai dise¬but pengkhianat,” tegas Jalil di depan hadirin yang sebagian besar para aktifis , mahasiswa dan kalangan akademik

Sumber : www.nu.or.id

Hormat Merah-Putih, Hormat Harga Diri Bangsa

0 komentar


Tidak benar bahwa penghormatan terhadap bendera merah putih adalah satu bentuk kesyirikan. Penghormatan terhadap Sang Saka Merah Putih salah satu bentuk penghormatan terhadap Sang Pemberi Rizki yang telah menjadikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Demikian disampaikan Habib Luthfi bin Yahya saat menyampaikan taushiyahnya dalam acara Maulid Akbar di lapangan Giri Kridha Bhakti Wonogiri, Sabtu (4/5) malam lalu dalam rangka Peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonogiri ke- 272 dan diikuti puluhan ribu umat Islam se-Solo Raya.

“Bendera merah putih itu memiliki sejarah yang penuh dengan pengorbanan. Jika bendera merah putih tibo (jatuh) itu artinya kita kalah. Jadi menghormat bendera merah putih sama dengan menghormati harga diri bangsa,” terang pemimpin organisasi tarekat NU itu.

Acara yang mengangkat tema “Kita Bangun Wonogiri yang Madani untuk Memperkokoh NKRI” ini turut menghadirkan jajaran kepolisian, TNI AD dan DPRD dengan diawali menyanyikan bersama Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Pembacaan Pancasila dan kultum dari Kapolres dan Dandim.

Nuansa nasionalisme dan patriotisme terasa kental dalam acara tersebut, hal ini memang menjadi harapan Habib Luthfi kepada seluruh umat manusia agar tidak saling mengutamakan kelompoknya masing-masing akan tetapi saling menghargai perbedaan yang ada.

Karena itu Habib Luthfi menekankan agar umat Islam berhati-hati dan tidak gampang menuduh suatu tindakan seseorang sebagai perbuatan syirik.

“Kita tidak tahu hatinya orang lain, contohnya memasang bendera merah putih saat akan memasang genting dikatakan syirik, padahal itu ada sejarahnya, saat penjajahan dimana bendera merah putih tidak boleh berkibar, ada strategi agar bendera tetap terpasang salah satunya dengan memasang bendera bersama padi dan kelapa di wuwung, setelah tiga hari baru ditutup dengan atap,” terangnya.

Beliau berharap denngan memahami makna dibalik suatu budaya yang ada agar bisa saling menghargai. Salah satu contoh sikap sederhana yang saling menghargai adalah dengan menjadikan ucapan terima kasih sebagai bekal dalam kehidupan.

”Mengucap terima kasih itu gampang di lisan, jika manusia menjadikan bekal terima kasih untuk kehidupannya maka dunia ini akan aman, karena dengan terima kasih kita akan saling menghargai satu sama yang lain,” tegasnya.

Kehadiran Habib Luthfi disambut langsung oleh Bupati Wonogiri, H Danar Rahmanto. Dalam sambutannya beliau berharap dengan kehadiran Beliau di Wonogiri ini masyarakat akan mendapatkan pencerahan diri untuk menyadarkan diri kembali ke khitahnya sebagai khalifah di dunia ini.

“Mari kita tata diri kita masing-masing, hindari saling menyalahkan atau menata orang lain, karena pada dasarnya kita tidak bisa berbuat apa-apa tanpa campur tangan Allah SWT,” imbaunya.



Sumber : www.nu.or.id