Tuesday, May 7, 2013

Islam Tak Kenalkan Kekuasaan Tiran


Dalam membangun pemerintahan, Islam tidak pernah mengenalkan kekuasaan yang tiran. Pemimpin dan rakyatnya sama saja karena keduanya terikat dalam sebuah kontrak sosial.

“Pemimpin (penguasa) harus bisa menjaga agama dan mengatur urusan dunia. Rakyat dituntut untuk taat, selama pemimpin tersebut tidak bergeser dari maqomnya,” kata pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU Dr. Abdul Jalil  dalam acara diskusi publik bertajuk Pilkada 2013; Demokratis dan Aman Menuju Pemimpin Berkualitas di Kudus, Jum’at malam (3/5).

Berbicara dalam perspektif agama, Ia menandaskan idealisme seorang pemimpin harus dibreakdown dan dimulai dalam penerapan syarat dengan sangat ketat. Seraya menyebut pendapat Al-Mawardi, kriteria pemimpin (imam) itu harus memiliki kecakapan bertindak, bersifat 'adalah (keadilan), berilmu memadai, ahli strategi,  memiliki mental yang kuat, berani  dan  berbadan  sehat.

“Kriteria tersebut secara tegas menyiratkan semangat memunculkan pemimpin negara yang kuat,dapat dipercaya,tidak menyelewengkan kekuasaan dan mampu mengatur seluruh potensi untuk kesejahteraan rakyat,” tegas Dosen STAIN Kudus ini.

Namun di alam demokrasi seperti ini, menurut Jalil, kontrol dari rakyat tidak segampang membalikkan telapak tangan. Segala sesuatu ada rule of game-nya. Semua bentuk kritik, kontrol harus prosedural.

“Jika rakyat melihat penguasa tidak becus dan sewenang-wenang, misalnya, mereka tidak bisa menyeretnya  begitu saja. Yang bisa mereka lakukan adalah melaporkannya kepada wakil rakyat, DPR, dan untuk selanjutnya mereka yang klarifikasi dan melakukan kontrol,” kata wakil sekretaris Yayasan pendidikan Islam Qudsiyyah (YAPIQ) Kudus ini.

Melihat begitu berat tuntutan penguasa, masih banyak diantara kita yang kemaruk ingin menjadi penguasa? Padahal, jika pola interaksi rakyat-penguasa adalah pola amanat, maka penguasa yang hanya memburu kesenangan pribadi sudah dapat dipastikan akan terjebak pada pengabaian kepentingan rakyat.

“Tentu, ini adalah pengingkaran terhadap amanat. Pinjam istilah fiqh, orang yang dengan sadar membiarkan amanat terbengkalai dise¬but pengkhianat,” tegas Jalil di depan hadirin yang sebagian besar para aktifis , mahasiswa dan kalangan akademik

Sumber : www.nu.or.id

Ditulis Oleh : Unknown // 7:51 AM
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment