Friday, June 29, 2012

Puasa Sunnah Sya'ban Diniati Qadha Ramadhan

3 komentar


Pada bulan-bulan istimewa, seperti bulan Rajab, Sya’ban, Muharram dan Dzulhijjah, kaum muslimin biasa meningkatakn ibadah mereka, dengan harapan mendapatkan pahala yang berlipat ganda sebagai fadilah dari bulan tersebut. Sebagaimana yang tersebut dalam beberapa hadits Rasulullah saw. Seperti halnya memperbanyak baca al-Qur’an, shalat sunnah dan juga berpuasa.Dalam hal puasa, seringkali orang-orang menjadikan puasa sunnah pada bulan-bulan ini sebagai kesempatan untuk melaksanakan qadha’ puasa Ramadhan sekaligus.  Artinya, selain niat untuk berpuasa sunnah juga niat qadha puasa Ramadhan (yang hukumnya wajib). Hal ini dalam istilah fiqih disebut sebagai at-tasyriik fin niyyah (mengkombinasikan niyat).
Dalam permasalahan penggabungan niat antara yang fardlu dan yang sunnah dalam satu ibadah, Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Asbah wan Nadhair membagi dalam empat kriteria. 1) sah kedua-keduanya baik yang fardhu dan yang sunnah. 2) sah bagi ibadah fardhunya saja, tidak untuk ibadah sunnahnya. 3) sah bagi ibadah sunnahnya saja, tidak untuk ibadah fardhunya. 4) tidak sah kedua-duanya.
Pertama; kedua-duanya baik yang fardhu maupun yang sunnah dianggap sah. Contoh, ketika seseorang masuk masjid dan jamaah telah dimulai, kemudian dia niat sholat fardlu dan sekaligus berniat shalat tahiyyatul masjid. Maka Menurut mazhab Syafii keduanya sah dan mendapatkan pahala. Begitu juga seseorang yang mandi junub hari jum'at dengan mandi sunnah jum'at sekaligus. Termasuk dalam hal ini juga adalah mengucap salam di ujung shalat sebagai tanda selesainya shalat dan juga sekaligus mengucap salam untuk tamu yang baru masuk rumah. Begitu keterangan Imam Suyuthi
فمن الأول (مالايقتضى البطلان فى الكل) أحرم بصلاة وينوى بها الفرض والتحية صحت وحصلا معا...ومنها نوى بغسله غسل الجنابة والجمعة حصلا جميعا على الصحيح...ومنها نوى بسلامة الخروج من الصلاة والسلام على الحاضرين حصلا...
Hukum kedua yang dianggap sah adalah yang fardlu saja. Contoh orang yang melaksanakan ibadah haji untuk pertama kali, tetapi ia berniat haji wajib dan sekaligus berniat haji sunnah. Secara otomatis yang dianggap sah adalah yang wajib.
ومن الثانى (مايحصل الفرض فقط) نوى بحجة الفرض والتطوع وقع فرضا لأنه لو نوى التطوع انصرف إلى الفرض...
Hukum ketiga adalah hukum sunnah yang dianggap sah, seperti seseorang memberi uang kepada fakir miskin dengan niat zakat wajib dan sekaligus niat bersedekah, maka yang dianggap sah adalah sedekahnya bukan zakatnya.
ومن الثالث (مايحصل النفل فقط) أخرج خمسة دراهم ونوى بها الزكاة وصدقة التطوع لم تقع زكاة ووقعت التطوع بلاخلاف...
Hukum yang keempat adalah batal kedua-duanya, baik yang fardhu maupun yang sunnah. Misalnya seseorang yang hendak sholat dengan niat shalat fardhu sekaligus juga shalat sunnah rawatib. Maka keduanya tidak sama-sama tidak disahkan.
ومن الرابع (مايقتضى البطلان فى الكل) نوى بصلاته الفرض الفرض والراتبة لم تنعقد أصلا.
Adapun menggabung antara niat sunnah puasa bulan Sya’ban sekaligus niat membayar (qadha’) puasa Ramadhan maka dapat diqiyaskan kedalam hukum yang pertama, yaitu dianggap sah kedua-duanya. Berdasar pada keterangan al-Suyuthi
ومنها (أى من الأول) صيام يوم عرفة مثلا قضاء أونذرا أو كفارة ونوى معه الصوم غير عرفة فأفتى البارزى بالصحة والحصول عنهما
 Namun sebagian ulama berbeda pendapat dalam masalah tersebut. Ada yang mengatakan yang dianggap sah adalah puasa qadla ramadhan dan puasa sunnahnya tidak sah dan memasukkannya dalam kelompok ke dua. Ada pula ulama yang mengatakan sah puasa sunnahnya dan hutangnya belum gugur sebagaimana kategori ketiga. Bahkan ada yang mengatakan tidak sah keduanya dan amalnya sia-sia seperti kategori ke empat.
Demikianlah keterangan beberapa hukum menggabungkan dua niat dalam satu ibadah. Tapi jika mempertimbangkan kehati-hatian lebih baik memisahkan keduanya. Wallahu a’lam bis showab

sumber : www.nu.or.id

Thursday, June 28, 2012

Amalan Malam Nishfu Sya'ban dan Fadhilahnya

0 komentar



Sya’ban adalah salah satu bulan istimewa, bulan yang dihormati dalam agama Islam, selain Muharram, Dzulhijjah dan Rajab. Lebih utama lagi pada malam ke lima belas, yang dikenal dengan nama malam Nisfu Sya’ban.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Mu‘az bin Jabal Radhiallahu ‘anhu, bahwa pada malam ini “Allah menjenguk datang kepada semua makhlukNya di Malam Nishfu Sya‘ban, maka diampuni segala dosa makhlukNya kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani dan Ibnu Hibban).Begitu juga hadits riwayat Aisyah r.a.
عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قام رسول الله من الليل يصلي، فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قبض، فلما رأيت ذلك قمت حتى حركت إبهامه فتحرك فرجعت، فلما رفع إلي رأسه من السجود وفرغ من صلاته، قال: يا عائشة أظننت أن النبي قد خاس بك؟، قلت: لا والله يا رسول الله، ولكنني ظننت أنك قبضت لطول سجودك، فقال: أتدرين أي ليلة هذه؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال: هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده في ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين، ويرحم المسترحمين، ويؤخر أهل الحقد كما هم»
Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”Aku menjawab, “Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”Beliau bersabda, “Ini adalah malam nisfu sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR Al-Baihaqi)
Begitulah kemurahan Allah swt yang diberikan kepada hambanya di malam Nisfu Sya’ban. Sehingga dalam kesempatan lain Aisyah meriwayatkan hadits lagi dengan banyaknya pengampunan itu semisal bulu kambing Bani Kalb
عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قال رسول الله : "إن الله ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب"
Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad)
Demikianlah hendaknya kesempatan ini tidak disia-siakan. Seorang muslim yang bijak tentunya akan memanfaatkan malam Nisfu Sya’ban sebaik-baiknya, dengan sebaik-baiknya memohon pengampunan dan melaksanakan amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Demikian hadits riwayat Ali bin Abi Thalib menegaskan
عن علي بن أبي طالب قال: «قال رسول الله : "إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله ينزل فيها إلى سماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر فأغفر له ، ألا من مسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر
Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).
Amalan Malam Nisfu Sya’ban
Berbagai amalan malam Nisfu Sya’ban dapat dimulai setelah sholat maghrib. Berpegang pada hadits Rasulullah saw, sebaiknya ibadah malam Nisfu Sya’ban ini dilakukan secara individual (tidak berjama’ah). Namun juga tidak ada pelarangan jika dilakukan secara berjama’ah. Dengan didahului shalat sunnah dua rakaat yang niatnya adalah
أصلى سنة نصف شعبان ركعتين لله تعالى
Artinya: Aku niat shalat sunat nisfu sya’ban 2 rakaat sebagai karena Allah Ta’ala.
Bilangan shalat sunnah Nisfu Sya’ban adalah 2 rakaat dengan 1 kali salam. Pada rakaat pertama setelah Al-Fatihah membaca surat Al-Kafirun. Sedangkan pada rakaat setelah Al-Fatihah membaca surat Al-Ikhlas.
Dalam Ihya’ Ulumiddin, Imam Ghazali memberikan petunjuk agar dalam setiap rekaatnya setelah membaca fatihah hendaknya membaca surat al-Ikhlas sebelas kali. Atau dapat juga shalat sepuluh rakaat disetiap rakaatnya membaca Fatihah dan membaca al-Ikhlas seratus kali. Shalat ini disebut juga shalat al-khair, hal ini berdasar pada apa yang dilakukan oleh para ulama terdahulu.
Setelah shalat sunnah dua rekaat biasanya dilanjutkan dengan membaca surat yasin tiga kali yang dan ditutup dengan do’a malam Nisyfu Sya’ban di bawah ini
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ . اَمِيْنَ
Artinya:
Ya Allah, Dzat Pemilik anugrah, bukan penerima anugrah. Wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Wahai dzat yang memiliki kekuasaan dan kenikmatan. Tiada Tuhan selain Engkau: Engkaulah penolong para pengungsi, pelindung para pencari perlindungan, pemberi keamanan bagi yang ketakutan. Ya Allah, jika Engkau telah menulis aku di sisiMu di dalam Ummul Kitab sebagai orang yang celaka atau terhalang atau tertolak atau sempit rezeki, maka hapuskanlah, wahai Allah, dengan anugrahMu, dari Ummul Kitab akan celakaku, terhalangku, tertolakku dan kesempitanku dalam rezeki, dan tetapkanlah aku di sisimu, dalam Ummul Kitab, sebagai orang yang beruntung, luas rezeki dan memperoleh taufik dalam melakukan kebajikan. Sunguh Engkau telah berfirman dan firman-Mu pasti benar, di dalam Kitab Suci-Mu yang telah Engkau turunkan dengan lisan nabi-Mu yang terutus: “Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan apa yang dikehendakiNya dan di sisi Allah terdapat Ummul Kitab.” Wahai Tuhanku, demi keagungan yang tampak di malam pertengahan bulan Sya’ban nan mulia, saat dipisahkan (dijelaskan, dirinci) segala urusan yang ditetapkan dan yang dihapuskan, hapuskanlah dariku bencana, baik yang kuketahui maupun yang tidak kuketahui. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi, demi RahmatMu wahai Tuhan Yang Maha Mengasihi. Semoga Allah melimpahkan solawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau. Amin.

sumber : www.nu.or.id

Monday, June 25, 2012

Jama’ah Al Khidmah Gelar Haul Akbar 2012

0 komentar


Sebagai puncak seluruh kegiatan sepanjang tahun 2012, pada tanggal 23-24 Juni 2012, Jama’ah Al Khidmah menggelar “Haul Akbar dan Maulidurrasul SAW Al Khidmah 2012” di Pondok Pesantren Al Fithrah Kedinding Surabaya. 
Puncak acara ini diisi dengan dua agenda besar, yakni Majlis Dzikir Fida’ pada hari Sabtu malam, 23 Juni 2012, dan Majlis Dzikir, Maulidurrasul dan Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani pada hari Ahad pagi, 24 Juni 2012. Turut hadir memberi mauidhoh hasanah, Sayyed Umar bin Hamid bin Abdul Hadi Al-Jailani RA, cucu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, dari Makkah Al Mukarromah. 
Dua hari sebelum acara, para jama’ah sudah mulai berdatangan di lokasi acara. “Selain 200 ribu jama’ah dari dalam negeri, datang pula rombongan jama’ah dari Makkah, Yaman, Malaysia, Singapura, Thailand, Maroko, dan Australia”, kata H Hasanuddin, ketua umum Pengurus Pusat Al Khidmah. Lebih lanjut H Hasanuddin menjelaskan bahwa panitia juga menyediakan layanan streaming on air Radio Wava bagi para jama'ah di luar daerah yang tak bisa hadir namun ingin tetap mengikuti acara.

Selain Sayyed Umar, para ulama’ dan tokoh yang hadir antara lain, Maulana Syeikh Afifuddin Al Qodir bin Mansyuruddin Al Jailani (cucu Syeikh Abdul Qodir Al Jailani) dari Baghdad, Syekh Muhammad bin Ali bin Hilal (murid kesayangan Sayyed Maliki) dari Makkah, Prof  Dr Dato Mohd. Noh bin Dalimin (Vice-Chancellor Universiti Tun Hussein Onn Malaysia), Tuan Ahmad Sohsubah (Direktur Madrasah Darul Huda Wittaya, Yala, Thailand), H Safullah Yusuf (wakil Gubernur Jawa Timur), para habaib dan kiai sepuh seperti Habib Abdullah bin Umar Al Haddar (Surabaya), Habib Thohir bin Abdullah Al Kaff (Tegal), dan Romo KH Najib Zamzami (Kediri).
Sebagaimana diketahui, Jama’ah Al Khidmah adalah organisasi majlis dzikir terbesar di Indonesia. Didirikan oleh Hadratussyaikh KH Achmad Asrori Al Ishaqy pada tahun 2005 di Semarang. Saat ini jumlah anggota Jama’ah Al Khidmah telah mencapai 3 juta jama’ah, tersebar di seluruh Indonesia, luar negeri, dan kampus.
Di akhir mauidlohnya, Sayyed Umar berpesan, “Inilah jalan Rasulullah, jalan para auliya’, jalan ahlussunnah wal jama’ah, hadiah yang mulia dari Syeikh Achmad Asrori. Jagalah dan tetaplah istiqomah mengikuti jalan ini”.

sumber : www.nu.or.id

Saturday, June 23, 2012

bulan sya'ban

0 komentar


Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia. Bulan ini adalah pintu menuju bulan Ramadlan. Siapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, ia akan akan menuai kesuksesan di bulan Ramadlan.
Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan itu terpancar bercabang-cabang kebaikan yang banyak (yatasya’abu minhu khairun katsir). Menurut pendapat lain, Sya’ban berasal dari kata Syi’b, yaitu jalan di sebuah gunung atau jalan kebaikan. Dalam bulan ini terdapat banyak kejadian dan peristiwa yang patut memperoleh perhatian dari kalangan kaum muslimin.
Pindah Qiblat
Pada bulan Sya’ban, Qiblat berpindah dari Baitul Maqdis, Palistina ke Ka’bah, Mekah al Mukarromah. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam menanti-nanti datangnya peristiwa ini dengan harapan yang sangat tinggi. Setiap hari Beliau tidak lupa menengadahkan wajahnya ke langit, menanti datangnya wahyu dari Rabbnya. Sampai akhirnya Allah Subhanahu Wata’ala mengabulkan penantiannya. Wahyu Allah Subhanahu Wata’ala turun. “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah; 144)
Diangkatnya Amal Manusia
Salah satu keistimewaan bulan Sya’ban adalah diangkatnya amal-amal manusia pada bulan ini ke langit. Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i).
Keutamaan Puasa di Bulan Sya’ban
Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, “Adakah puasa yang paling utama setelah Ramadlan?” Rasulullah Shollallahu alai wasallam menjawab, “Puasa bulan Sya’ban karena berkat keagungan bulan Ramadhan.”Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Sepintas dari teks Hadits di atas, puasa bulan Sya’ban lebih utama dari pada puasa bulan Rajab dan bulan-bulan mulia (asyhurul hurum) lainnya. Padahal Abu Hurairah telah menceritakan sabda dari Rasulullah Shollallu alaihi wasallam, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan-bulan mulia (asyhurul hurum).” Menurut Imam Nawawi, hal ini terjadi karena keutamaan puasa pada bulan-bulan mulia (asyhurul hurum) itu baru diketahui oleh Rasulullah di akhir hayatnya sebelum sempat beliau menjalaninya, atau pada saat itu beliau dalam keadaan udzur (tidak bisa melaksanakannya) karena bepergian atau sakit.
Sesungguhnya Rasulullah Shollallu alaihi wasallam mengkhususkan bulan Sya’ban dengan puasa itu adalah untuk mengagungkan bulan Ramadhan. Menjalankan puasa bulan Sya’ban itu tak ubahnya seperti menjalankan sholat sunat rawatib sebelum sholat maktubah. Jadi dengan demikian, puasa Sya’ban adalah sebagai media berlatih sebelum menjalankan puasa Ramadhan.
Adapun berpuasa hanya pada separuh kedua bulan Sya’ban itu tidak diperkenankan, kecuali:
1. Menyambungkan puasa separuh kedua bulan Sya’ban dengan separuh pertama.
2. Sudah menjadi kebiasaan.
3. Puasa qodlo.
4. Menjalankan nadzar.
5. Tidak melemahkan semangat puasa bulan Ramadhan.
Turun Ayat Sholawat Nabi
Salah satu keutamaan bulan Sya’ban adalah diturunkannya ayat tentang anjuran membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Shollallu alaihi wasallam pada bulan ini, yaitu ayat: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab;56)
Sya’ban, Bulan Al Quran
Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan Al Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar. Memang membaca Al Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di mana pun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu pembacaan Al Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Mekah, Roudloh dan lain sebagainya.
Syeh Ibn Rajab al Hambali meriwayatkan dari Anas, “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan ayat-ayat Al Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Malam Nishfu Sya’ban
Pada bulan Sya’ban terdapat malam yang mulia dan penuh berkah yaitu malam Nishfu Sya’ban. Di malam ini Allah Subhanahu wata’ala mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian rizki dan amal manusia.
Banyak Hadits yang menerangkan keistimewaan malam Nishfu Sya’ban ini, sekalipun di antaranya ada yang dlo’if (lemah), namun Al Hafidh Ibn Hibban telah menyatakan kesahihan sebagian Hadits-Hadits tersebut, di antaranya adalah: “Nabi Muhammad Shollallhu alaihi wasallam bersabda, “Allah melihat kepada semua makhluknya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Thabarani dan Ibnu Hibban).
Para ulama menamai malam Nishfu Sya’ban dengan beragam nama. Banyaknya nama-nama ini mengindikasikan kemuliaan malam tersebut.
1. Lailatul Mubarokah (malam yang penuh berkah).
2. Lailatul Qismah (malam pembagian rizki).
3. Lailatut Takfir (malam peleburan dosa).
4. Lailatul Ijabah (malam dikabulkannya doa)
5. Lailatul Hayah walailatu ‘Idil Malaikah (malam hari rayanya malaikat).
6. Lalilatus Syafa’ah (malam syafa’at)
7. Lailatul Baro’ah (malam pembebasan). Dan masih banyak nama-nama yang lain.
Pro dan Kontra Seputar Nishfu Sya’ban
Al Hafidh Ibn Rojab al Hambali dalam kitab al Lathoif mengatakan, “Kebanyakan ulama Hadits menilai bahwa Hadits-Hadits yang berbicara tentang malam Nishfu Sya’ban masuk kategori Hadits dlo’if (lemah), namun Ibn Hibban menilai sebagaian Hadits itu shohih, dan beliau memasukkannya dalam kitab shohihnya.” Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Addurrul Mandlud mengatakan, “Para ulama Hadits, ulama Fiqh dan ulama-ulama lainnya, sebagaimana juga dikatakan oleh Imam Nawawi, bersepakat terhadap diperbolehkannya menggunakan Hadits dlo’if untuk keutamaan amal (fadlo’ilul amal), bukan untuk menentukan hukum, selama Hadits-Hadits itu tidak terlalu dlo’if (sangat lemah).”Jadi, meski Hadits-Hadits yang menerangkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebut dlo’if (lemah), tapi tetap boleh kita jadikan dasar untuk menghidupkan amalam di malam Nishfu Sya’ban.
Kebanyakan ulama yang tidak sepakat tentang menghidupkan malam Nishfu Sya’ban itu karena mereka menganggap serangkaian ibadah pada malam tersebut itu adalah bid’ah, tidak ada tuntunan dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam. Sedangkan pengertian bid’ah secara umum menurut syara’ adalah sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah. Jika demikian secara umum bid’ah itu adalah sesuatu yang tercela (bid’ah sayyi’ah madzmumah). Namun ungkapan bid’ah itu terkadang diartikan untuk menunjuk sesuatu yang baru dan terjadi setelah Rasulullah wafat yang terkandung pada persoalan yang umum yang secara syar’i dikategorikan baik dan terpuji (hasanah mamduhah).
Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumiddin Bab Etika Makan mengatakan, “Tidak semua hal yang baru datang setelah Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam itu dilarang. Tetapi yang dilarang adalah memperbaharui sesuatu setelah Nabi (bid’ah) yang bertentangan dengan sunnah.” Bahkan menurut beliau, memperbaharui sesuatu setelah Rasulullah (bid’ah) itu terkadang wajib dalam kondisi tertentu yang memang telah berubah latar belakangnya.”
Imam Al Hafidh Ibn Hajjar berkata dalam Fathul Barri, “Sesungguhnya bid’ah itu jika dianggap baik menurut syara’ maka ia adalah bid’ah terpuji (mustahsanah), namun bila oleh syara’ dikategorikan tercela maka ia adalah bid’ah yang tercela (mustaqbahah). Bahkan menurut beliau dan juga menurut Imam Qarafi dan Imam Izzuddin ibn Abdis Salam bahwa bid’ah itu bisa bercabang menjadi lima hukum.
Syeh Ibnu Taimiyah berkata, “Beberapa Hadits dan atsar telah diriwayatkan tentang keutamaan malam Nisyfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf telah melakukan sholat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang melakukan sholat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan sholat pada malam tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ammah yaitu berkumpul untuk melakukan ketaatan dan ibadah.
Walhasil, sesungguhnya menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan serangkaian ibadah itu hukumnya sunnah (mustahab) dengan berpedoman pada Hadits-Hadits di atas. Adapun ragam ibadah pada malam itu
dapat berupa sholat yang tidak ditentukan jumlah rakaatnya secara terperinci, membaca Al Quran, dzikir, berdo’a, membaca tasbih, membaca sholawat Nabi (secara sendirian atau berjamaah), membaca atau mendengarkan Hadits, dan lain-lain.
Tuntunan Nabi di Malam Nisyfi Sya’ban
Rasulullah telah memerintahkan untuk memperhatikan malam Nisyfi Sya’ban, dan bobot berkahnya beramal sholeh pada malam itu diceritakan oleh Sayyidina Ali Rodliallahu anhu, Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Jika tiba malam Nisyfi Sya’ban, maka bersholatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menurunkan rahmatnya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman, ‘Adakah orang yang meminta ampun, maka akan Aku ampuni? Adakah orang meminta rizki, maka akan Aku beri rizki? Adakah orang yang tertimpa musibah, maka akan Aku selamatkan? Adakah begini atau begitu? Sampai terbitlah fajar.’” (HR. Ibnu Majah)
Malam Nishfu Sya’ban atau bahkan seluruh bulan Sya’ban sekalipun adalah saat yang tepat bagi seorang muslim untuk sesegera mungkin melakukan kebaikan. Malam itu adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam mengatakan, “Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiyangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim). Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam juga mengatakan, “Seorang muslim yang berdoa -selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili-, niscaya Allah Subhanahu wata’ala menganugrahkan salah satu dari ketiga hal, pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad dan Barraz).
Tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam tentang doa yang khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitu pula tidak ada petunjuk tentang jumlah bilangan sholat pada malam itu. Siapa yang membaca Al Quran, berdoa, bersedekah dan beribadah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan pahala sebagai balasannya.
Adapun kebiasaan yang berlaku di masyarakat, yaitu membaca Surah Yasin tiga kali, dengan berbagai tujuan, yang pertama dengan tujuan memperoleh umur panjang dan diberi pertolongan dapat selalu taat kepada Allah. Kedua, bertujuan mendapat perlindungan dari mara bahaya dan memperoleh keluasaan rikzi. Dan ketiga, memperoleh khusnul khatimah (mati dalam keadaan iman), itu juga tidak ada yang melarang, meskipun ada beberapa kelompok yang memandang hal ini sebagai langkah yang salah dan batil.
Dalam hal ini yang patut mendapat perhatian kita adalah beredarnya tuntunan-tuntunan Nabi tentang sholat di malam Nishfu sya’ban yang sejatinya semua itu tidak berasal dari beliau. Tidak berdasar dan bohong belaka. Salah satunya adalah sebuah riwayat dari Sayyidina Ali, “Bahwa saya melihat Rasulullah pada malam Nishfu Sya’ban melakukan sholat empat belas rekaat, setelahnya membaca Surat Al Fatihah (14 x), Surah Al Ikhlas (14 x), Surah Al Falaq (14 x), Surah Annas (14 x), ayat Kursi (1 x), dan satu ayat terkhir Surat At Taubah (1 x). Setelahnya saya bertanya kepada Baginda Nabi tentang apa yang dikerjakannya, Beliau menjawab, “Barang siapa yang melakukan apa yang telah kamu saksikan tadi, maka dia akan mendapatkan pahala 20 kali haji mabrur, puasa 20 tahun, dan jika pada saat itu dia berpuasa, maka ia seperti berpuasa dua tahun, satu tahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Dan masih banyak lagi Hadits-Hadits palsu lainnya yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin. (Disarikan dari “Madza fi Sya’ban”, karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, Muhadditsul Haromain).

http://langitan.net

Friday, June 22, 2012

Isra' Mi'raj dalam Perspektif Sains dan Agama

0 komentar

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Isra’ (17): 1). 

Pilihan judul Isra’ Mi’raj dalam Perspektif Agama dan Sains ini bukan dimaksudkan untuk melihat peristiwa Isra’ Mi’raj dari perspektif yang saling kontradiktif antara sains versus agama sebagaimana terjadi dalam tinjauan-tinjauan sains sekuler, sebaliknya judul ini diambil untuk berusaha memberi pandangan yang integratif  tentang peristiwa Isra’ Mi’raj dari sisi sains maupun agama, karena sains dan agama di dalam Islam bukanlah dua entitas yang berdiri sendiri-sendiri. Islam memberikan tinjauan yang meliputi segala aspek kehidupan dan semua segi pemikiran. Prinsip Islam adalah tidak ada persoalan yang berada di luar tata ruang agama, termasuk prinsip di dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sains memerlukan bimbingan agama agar menghasilkan produk pengetahuan yang menyelamatkan masa depan umat manusia, demikian juga agama perlu penjelasan sains agar tidak terjatuh ke dalam mitos dan takhayul para dukun jahat.

Isra’ mi’raj adalah satu-satunya perjalanan dahsyat menakjubkan yang menjembatani perjumpaan manusia dengan Allah, yaitu perjumpaan Rasulullah Muhammad dengan Allah SWT. Selain Rasulullah hanya iblis makhluk yang pernah bertatapan wajah dan bernegosiasi dengan Allah. Nabi Musa terkejut pingsan di bukit Tursina (Sinai) sebelum sempat melihat wajah Allah. Al-Hallaj terpenggal. Syekh Siti Jenar dieksekusi. Namun setelah dalam kenikmatan tak tertandingi dapat berjumpa dengan Allah justru Rasulullah tidak berdiam di sisi Allah, tapi Rasulullah kembali lagi ke bumi untuk menjalankan tugas-tugas kekhalifahan yang nantinya menjadi ukuran kualitatif tingkat keberhasilan manusia sebagai manusia.

Secara kualitatif manusia bisa dibedakan menjadi tiga tingkat: pertama Insan (Annas), suatu kriteria paling mudah dicapai, tanpa perjuangan. Tanpa mengaitkan diri dengan komitmen apapun manusia sudah termasuk manusia dalam artian insan. Kedua ‘abdullah, kriteria bila mana manusia itu berusaha taat, patuh, dan tunduk pada Allah supaya tidak mendapat kemurkaan-Nya. Kriteria kedua ini sedikit lebih tinggi dari kriteria pertama namun belum mencapai tingkat partisipasi aktif dalam mengubah, memperbaiki, dan mengkreatifi keadaan di muka bumi. Ketiga khalifatullah, adalah kriteria manusia yang selaras dengan tujuan diciptakannya manusia. Dia tidak hanya fakum dalam kepatuhan yang tidak produktif. Khalifatullah adalah jenis manusia yang memperbaiki dan membangun. Membersihkan yang kotor, mengubah sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat, mencerdaskan yang dibodohi, membebaskan yang teraniaya adalah contoh partisipasi aktif manusia khalifatullah.

Manusia-manusia khalifatullah inilah yang di dalam Islam diusahakan kelahirannya di tengah-tengah problem umat manusia yang membutuhkan solusi. Mengambil istilah dari surat Ali ‘Imran (3): 110 manusia-manusia tersebut adalah khaira ummah. “Kuntum khaira ummah ukhrijat linnasi ta’muruna bil ma’rufi wa tanhauna ‘anil munkar wa tu’minuna billahi.” Manusia-manusia pilihan adalah mereka yang terlibat aktif melakukan perbaikan (liberasi), mencegah terjadinya kemungkaran dengan usaha-usaha pembebasan, pembelaan pada yang lemah (liberalisasi), dan beriman kepada Allah (transendensi). Sebagian besar agama hanya concern pada aspek transendensi. Islam menjadikan ketiga-tiganya sebagai aspek yang saling bersinergi. Seorang yang beriman bukanlah seorang yang bersembunyi dalam aktivitas ritual di dalam goa, tapi iman itu harus teraktualisasi dalam gerakan liberasi dan liberalisasi.

Di samping sebagai perjalanan luar biasa yang menjembatani perjumpaan manusia Muhammad Rasulullah dengan Allah, peristiwa Isra’ Mi’raj dapat dipahami dengan menafsir-nafsirkan surat Isra’ tersebut dengan ayat-ayat kauniyyah yang berupa alam beserta sifat-sifatnya.

Subhanalladzii (Maha Suci Allah)

Cerita tentang Isra’ Mi’raj dimulai dengan kata Subhanalladzii. Kata pembuka ini memiliki arti yang mendalam. Kata subhanallah diucapkan ketika seseorang berhadapan dengan sesuatu yang luar biasa. Dengan awal kalimat tersebut tersirat bahwa Allah akan bercerita tentang sesuatu yang luar biasa pada kalimat-kalimat berikutnya.

Asraa (memperjalankan)

Perjalanan Isra’ Mi’raj terjadi karena Allah yang memperjalankan. Perjalanan tersebut adalah perjalanan tercepat yang pernah ditempuh manusia, karena kecepatannya diceritakan bahwa Rasulullah mengendarai Buraq menuju Masjidil Aqsha berlanjut ke Sidratul Muntaha. Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat cahaya. Dalam perjalanan tersebut memang Rasulullah dibawa oleh malaikat Jibril yang asal kejadian malaikat itu sendiri adalah dari cahaya. Karena asal kejadiannya dari cahaya maka malaikat bergerak dengan kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km perdetik atau delapan kali keliling bumi per detik.

‘Abdihi (hambaNya)

Para ahli tafsir sepakat bahwa dengan menggunakan kata ‘abdi memberikan isyarat bahwa perjalanan itu dilakukan Rasulullah sebagai manusia seutuhnya, jiwa dan badannya. Di sinilah mulai muncul problem dalam menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj. Malaikat adalah makhluk cahaya, yang badannya tersusun dari photon-photon, yang sangat ringan. Karena itu tidak mengalami kendala untuk bergerak dengan kecepatan cahaya yang demikian tinngi. Akan tetapi Rasulullah adalah manusia. Badannya tersusun dari atom-atom kimiawi, yang memiliki bobot, terdiri atas gabungan dari organ-organ, dan organ-organ itu terdiri atas sel-sel yang tersusun dari partikel yang lebih kecil yaitu atom, dan ternyata atom juga tersusun dari partikel sub atomik seperti proton, elektron, neutron dan lain sebagainya. Jika materi yang mempunyai bobot (berat) bergerak dengan kecepatan cahaya dalam perhitungan fisika yang terjadi ada dua kemungkinan, pertama materi itu akan terbakar karena bergesekan dengan atmosfir dengan sangat cepat, atau kedua materi itu akan tercerai berai, terpisah-pisah menjadi partikel-partikel penyusunnya. Badan tercerai berai menjadi organ-organ, menjadi sel-sel, atom, dan partikel sub atomik.

Salah satu skenario rekontruksi untuk mengatasi probem di atas adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama. Teori ini bisa digunakan untuk menjelaskan proses perjalanan Rasulullah pada etape pertama ini. Agar  Rasulullah dapat mengikuti kecepatan Jibril, maka badan wadag Rasulullah diubah oleh Allah menjadi badan cahaya. Untuk menjelaskan proses bagimana Rasulullah kembali menjadi jasad semula kiranya tidak mencukupi untuk disampaikan pada makalah ini.

Laila (malam hari)

Perjalanan cahaya itu di lakukan pada malam hari karena cahaya membutuhkan media yang bernama kegelapan atau keadaan gelap. Pendengaran pada malam hari juga menjadi lebih tajam daripada siang hari karena suara malam hari tidak mengalami interferensi atau gangguan gelombang yang terlalu besar, sehingga terdengar jernih. Dalam kesunyian malam suara dikejauhan pun bisa terdengar jelas.

Minal masjid al-haraam ilal masjid al-Aqsa (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha)Allah memilihkan perjalanan itu dari masjid ke masjid karena masjid adalah tempat yang banyak menyimpan energi positif. Masjid adalah tempat yang menampung umat beribadah. Masjidil Haram menjadi tempat beribadah semenjak di bangun Ka’bah oleh nabi Ibrahim bersama nabi Ismail, dan Masjidil Aqsha meskipun pada waktu itu hanya berupa sisa pondasi dulunya adalah bekas masjid nabi Sulaiman (Solomon Temple). Di sekeliling antara kedua tempat itu adalah tempat yang diberkahi sebagai asal mula peradaban. Asal-usul kemajuan peradaban barat sekarang pada dasarnya adalah dari kedua tempat tersebut. Bisa diramalkan asal peradaban adalah dari timur dan akan kembali lagi ke timur. Terbukti musisi-musisi barat pada puncak prestasinya mencapai kesempurnaan karya ketika berkolaborasi dengan musisi-musisi timur. Di bidang Sains juga kemungkinan di barat nanti akan lahir suatu penemuan yang menjadikan orang barat terpaksa harus belajar ke timur.

Mi’raj (Perjalanan menembus batas-batas langit)

Langit dalam al-Qur’an adalah kata yang sering di sebut dengan bentuk tunggal samaa’, misalnya inna fii khalqis samaa’i wal ardhi atau bentuk jama’ samawaat, misalnya sab’a samawaat. Terdapat ayat yang menyebutkan tentang tujuh langit dan tujuh bumi (QS. 65: 12), atau  tujuh langit yang bertumpuk-tumpuk (QS. 67: 3), atau kata langit yang dipergunakan untuk menggambarkan lapisan-lapisan atmosfir bumi (QS. 2: 29), (QS. 30: 48). Namun yang dimaksudkan Mi’raj bukanlah sekedar perjalanan ke angkasa bumi melewati lapisan-lapisan atmosfir, sebab jika manusia berpijak dari bumi ke angkasa menembus bintang-bintang sejauh apapun sesungguhnya dia masih berada pada langit pertama, yaitu langit dunia (QS. 67: 5), padahal Allah menciptakan tujuh langit. Lalu dimanakah langit kedua sampai langit ke tujuh berada?. Jika kita memahami dengan seksama (QS. 52: 38), (QS. 72: 8), (QS. 78: 18-19) akan kita dapatkan gambaran bahwa ketujuh langit tersebut letaknya berdampingan akan tetapi tidak bisa ditembus karena perbedaan dimensi. 

Tujuh langit tersebut adalah tujuh alam hidup berdampingan dengan perbedaan dimensional. 

Langit pertama adalah ruang tiga dimensi, punya luas dan ketebalan, di huni oleh manusia. Bumi, planet, tata suya, matahari, bintang-bintang, galaksi dan segala susunan putaran yang kita saksikan adalah pada langit pertama atau langit dunia. 

Langit kedua adalah ruang yang berdimensi empat, dihuni oleh bangsa jin dan makhluk yang berdimensi empat lainnya. Langit kedua tersusun atas langit pertama dan kedua.

Langit ketiga adalah ruang berdimensi lima yang di dalamnya dihuni oleh arwah orang-orang yang sudah meninggal. Langit ketiga tersusun atas langit pertama, kedua, dan ketiga.

Langit keempat sampai ke tujuh memiliki gambaran yang sama, tersusun dari langit-langit sebelumnya, dan dari langit-langit sebelumnya, begitu seterusnya hingga langit ke tujuh yang memiliki ruang berdimensi sembilan. Rasulullah melakukan perjalanan sampai langit ke tujuh yang mempunyai ruang berdimensi sembilan. Ruang yang lebih tinggi dimensinya mengandung di dalamnya dimensi-dimensi yang ada di bawahnya, sebagamana di dalam volume yang berdimensi tiga di dalamnya terkandung luas yang berdimensi dua. Luas berdimensi dua terdiri atas jajaran garis-garis, dan garis-garis terdiri dari jajaran titik-titik.

Karena telah berada pada dimensi yang paling tinggi, maka Rasulullah menyaksikan dengan jelas segala tata peradaban yang berada mulai langit pertama sampai langit ke tujuh. Itulah yang menyebabkan Rasulullah dapat membaca masa lalu dan masa yang akan datang, karena Rasulullah telah mencapai perjalanan di luar lingkar ruang dan waktu yang ada pada langit pertama atau langit dunia. Semua yang ada pada lingkar langit pertama sampai langit keenam sudah terangkum ketika Rasulullah sampai pada langit ke tujuh yang berdimensi sembilan. Wallahu a’lam bissawab.



sumber : www.nu.or.id

Kesunahan dan Hikmah Mengangkat Telunjuk Ketika Tasyahhud

0 komentar


Sering kali kita sebagai seorang muslim yang awam belajar shalat maupun ibadah yang lain hanya seperluanya saja. Bahkan tidak jarang diantara kita eggan bertanya kepada para ustadz maupun mu’allim tentang apa yang sebenarnya ada dibenak kita. Entah karena merasa hal tersebut tidak penting ataukah memang tidak enak bila banyak bertanya. Apalagi jika pertanyaan dengan kata tanya mengapa.
Namun jika tiba waktunya, kita sering menyesalkan mengapa hal itu tidak kita tanyakan, bukankah malu bertanya sesat di jalan, begitu pepatah berkata. Biasanya kasus seperti ini muncul dalam masalah-masalah yang kelihatannya sepele, yang sudah taken for granted atau Ma wajadna aba-anaa. Dengan kata lain, perkara yang sudah dari sononya begitu. Semisal menegakkan jari telunjuk kanan ketika membaca tasyahud dalam shalat, baik tasyahud awal maupun tasyahud akhir.
Memang para muallim, kyai dan ustadz sedari dulu juga mengajari shalat demikian, turun temurun dari gurunya lagi hingga Rasulullah saw. sebagai mana dalam hadits-Nya yang popular

صلوا كما رأيتموني أصلي- رواه البخاري.
Rasulullah saw bersabda “Shalatlah kalian sebagaimana kamu melihat (tata cara) shalatku” HR. Bukhari
Namun, sejatinya hal ini mengandung hikmah tersendiri sebagaimana disinggung dalam kitabZubad Syaikh Ibnu Ruslan:
وعند إلاالله فـــالمهللة  *  إرفع لتوحيد الذى صليت له
Dan ketika mengucapkan ‘illallah’ angkatlah telunjukmu guna mengesakan Tuhan, karena itulah tujuan shalatmu.
Memang kalimat bait di atas sangatlah sederhana, tetapi muatan dibalik kesederhanaan itu sangatlah dalam sekali. Bahwasannya shalat yang kita lakukan tidaklah semata untuk menggugurkan kewajiban belaka, tetapi untuk mengesakan-Nya. Sudahkan kita shalat seperti itu?
Begitulah hikmah yang penting dibalik pengangkatan telunjuk ketika tasyahud, sehingga dalam Hasyiah atas Syarah Sittin Lil Allamah ar-ramli diterangkan bahwa mengangkat telunjuk ketika tasyahud hukumnya sunnah.
ويسن أن يشير بها عند قوله إلا الله ولتكن منحنية متوجهة للقبلة وذلك فى تشهديه   
Maka seseungguhnya disunnahkan berisyarat dengan telunjuk (tangan kanan) ketika mengucapkan ‘Illallah’ dan hendaklah telunjuk itu membungkuk menghadap qiblat. Baik dalam tasyahud awal maupun tasyahud akhir.
Apa yang diputuskan oleh para ulama di atas tentunya tidaklah asal-asalan sebagai penguat sebuah hadits dari az-Zubair alam Musnad Imam Ahmad diterangkan:
‏ ‏حدثنا ‏ ‏يحيى بن سعيد ‏ ‏عن ‏ ‏ابن عجلان ‏ ‏قال حدثني ‏ ‏عامر بن عبد الله بن الزبير ‏ ‏عن ‏ ‏أبيه ‏ ‏قال ‏‏كان رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏إذا جلس في التشهد وضع يده اليمنى على فخذه اليمنى ويده اليسرى على فخذه اليسرى وأشار بالسبابة ولم يجاوز بصره إشارته ‏
Ketika Rasulullah saw duduk dalam tasyahud, diletakkanlah tangannya yang kanan di atas paha kanan, dan tangan yang kiri di atas paha kiri, dan beliau berisyarat dengan telunjuk, juga pandangannya tidak melampaui isyaratnya. (HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)
Inilah hikmah selanjutnya, secara tidak langsung Rasulullah saw memngajari ummatnya bahwa telunjuk dapat menjadi media menuju shalat yang khusyu' dengan membatasi pandangan kita jangan sampai melampau isyarat itu. metode seperti ini mungkin dapat dikembangkan lagi bagi mereka yang memiliki semangat menuju shalat khusyu'
Adapun pembahasan mengenai hukum dan dalil menggerak-gerakkan telunjuk ketika tasyahhud telah tersedia dalam rubrik ubudiyah, mohon untuk menengoknya kembali.

sumber : www.nu.or.id

Saturday, June 16, 2012

Ziarah Rajabiyah dan Peringatan Haul

0 komentar


Diriwayatkan Al-Baihaqi dari Al-Wakidi bahwa Rasulullah SAW senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud pada setiap tahun, tepatnya di bulan Rajab, bulan ketujuh dalam kalender Islam Hijriyah. Sesampai di Uhud, beliau memanjatkan doa sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24 :


سَلامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.

Diriwayatkan pula bahwa para sahabat pun melakukan apa yang telah dilakukan Rasulullah. Lanjutan Riwayat: Abu Bakar juga melakukan hal itu pada setiap tahunnya, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa.

Saad bin Abi Waqqash pernah mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, ”Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?” Demikianlah dalam kitab Syarah al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur.

Dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah atau ziarah tahunan pada setiap bulan Rajab ke maka Sayidina Hamzah yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid al-Masra’i (riwayat lain menjelaskan peringatan itu dilakukan karena ia pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut).

Bagi umat Islam di Indonesia, tersebut di atas selain menjadi dasar hukum Ziarah Rajabiyah, juga menjadi salah satu sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan tadisi yang berkembang di tengah-tengah kita yakni peringatan haul atau acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita.

Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika Ziarah Rajabiyah atau peringatan haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Saat mengadakan Ziarah Rajabiyah atau peringatan haul dianjurkan untuk membacakan manaqib (biografi yang baik) dari orang yang wafat, untuk diteladani kebaikannya dan untuk berbaik sangka kepadanya. Ibnu Abd Salam mengatakan, pembacaan manaqib tersebut adalah bagian dari perbuatan taat kepada Allah SWT karena bisa menimbulkan kebaikan. Karena itu banyak para sahabat dan ulama yang melakukannya di sepanjang masa tanpa mengingkarinya.

Para ulama di Indonesia menganjurkan, sedikitnya ada tiga kebaikan yang bisa dilakukan pada acara peringatan haul: 1. Mengadakan ziarah kubur dan tahlil 2, Menyediakan makanan atau hidangan dengan niat sedekah dari almarhum. 3. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memberikan nasihat agama, antara lain dengan menceritakan kisah hidup dan kebaikan almarhum agar bisa diteladani.

sumber : ww.nu.or.id

Friday, June 8, 2012

SuperGeek Free Document OCR | Convert Image To Text

0 komentar

pada kesempatan kali ini saya akan share software OCR gratis namun tidak kalah fiturnya dengan yang berbayar, yakni SuperGeek Free Document OCR (Converter Image To Text).


OCR atau Optical Character Recognition merupakan sebuah teknologi yang dapat membaca atau menerjemahkan gambar ke dalam bentuk text. Jadi, software SuperGeek Free Document OCR ini merupakan software yang dapat mengubah gambar (imgage, hasil scan dll) ke dalam sebuah text yang nanti nya dapat kita copy dan paste.
SuperGeek Free Document OCR recognizes images from input files and scanners. The OCR software allows flexible management of scanning parameters, such as: Color format, File type, Resolution (DPI), Brightness, Contrast and more. The majority of image formats supported are JPG, GIF, PNG, BMP, TIFF, ICO, EMF, PCX... The whole piece as well as the part of the image can be converted to TXT or Word documents.